16 MINGGU GERAKAN ZAKAT NASIONAL; MULAI DARI MUZAKKI PEREMPUAN UNTUK MUSTAHIK PEREMPUAN KORBAN (MINGGU KE-9)

Ditulis oleh Doddy
Ditulis pada 12:35, 26/10/2021
Cover 16 MINGGU GERAKAN ZAKAT NASIONAL; MULAI DARI MUZAKKI PEREMPUAN UNTUK MUSTAHIK PEREMPUAN KORBAN (MINGGU KE-9)
JAKARTA -- "16 Minggu Gerakan Zakat Nasional; Mulai dari Muzakki Perempuan untuk Mustahik Perempuan Korban” telah memasuki pekan ke-9 pada Jum’at (22/10). Gerakan yang dimotori oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB AD Jakarta dengan berbagai mitranya kali ini mengangkat tema "Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; Perspektif Ulama Muhammadiyah-'Aisyiyah". Acara ini terselenggara berkat kerja sama PSIPP ITBAD Jakarta dengan Lazismu dan Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB), dengan narasumber Sudarnoto Abdul Hakim (Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI), Siti Syamsiyatun (LPP PP 'Aisyiyah), Ahsan J. Hamidi (Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pisangan Legoso), serta Brilliant Dwi (JIB) sebagai moderator. Sedianya, Rohimi Zamzam (Sekretaris PP 'Aisyiyah) merupakan salah satu narasumber yang diundang dalam agenda ini. Namun, ia berhalangan hadir dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang memadai.

Yulianti Muthmainnah selaku Ketua PSIPP ITBAD Jakarta mengamati bahwa isu zakat bagi korban menjadi penting karena selain korban kekerasan belum menjadi prioritas sebagai kelompok yang berhak menerima zakat, potensi zakat Indonesia juga sangat banyak. Penulis buku "Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak" ini juga menyoroti adanya kekosongan pandangan dari para ulama atau lazim dikenal dengan fatwa yang berkaitan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempaun dan anak, terlebih di masa pandemi. "Jadi, organisasi-organisasi yang punya otoritas mengeluarkan fatwa ternyata tidak memberikan fatwa untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi,” ucap Yuli dalam sambutannya.

Sementara itu Siti Syamsiyatun dalam paparannya mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh penulis buku beserta agenda-agenda PSIPP lainnya. Menurutnya, upaya tersebut bukan hanya ijtihad belaka, tetapi juga merupakan "gender jihad" (meminjam istilah seorang pemikir wanita Muslim tersohor, Amina Wadud). "Jadi, ini sekaligus ijtihad untuk isu gender, tetapi juga 'gender jihad'. Jihad ini kita maknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Karena penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak ini adalah hal yang sangat memprihatinkan, maka upaya dari berbagai sudut itu dapat kita sebut sebagai 'gender jihad',” terangnya.

Ia pun menyoroti kasus-kasus pemerkosaan yang bahkan pelakunya adalah orang-orang terdekat (keluarga) dan juga soal nasehat-nasehat perkawinan yang dalam kesaksiannya masih patriarkis. "Banyak ulama-ulama ketika memberikan nasehat perkawinan, nasehatnya itu sangat patriarkis dan undercentris. Jadi, berpusat pada pelayanan atas laki-laki. Jadi, kok nasehatnya itu berpusat untuk kenikmatan laki-laki dan tidak memikirkan kenikmatan perempuan dan kesulitan perempuan," kritiknya.

Siti kemudian memberikan masukan yaitu mencari solusi bagi permasalahan yang berada di hulu secara kolektif. "Selain solusi hilir dengan membantu para korban saat ini, untuk membuat keadaan lebih baik kita perlu membongkar mindset tentang seksualitas ini, mindset tentang perkawinan, dan seterusnya," ungkapnya.

Dalam acara itu Sudarnoto Abdul Hakim menyampaikan apresiasinya terhadap buah pemikiran inspiratif yang dituangkan Yuli dalam bukunya. Ia pun mendorong sang penulis untuk tetap konsisten pada isu perempuan yang memang jarang digeluti oleh berbagai kalangan. Menurutnya, kelahiran buku ini didorong oleh kemarahan intelektual-moral penulis akan minimnya perhatian serta kajian terhadap korban kekerasan terutama bagi perempuan dan anak.

Di samping itu, Sudarnoto menyarankan agar proposal sebagaimana yang tertuang dalam buku tersebut diajukan kepada MUI, Muhammadiyah, NU, dan pemerintah untuk dibahas agar ditindaklanjuti serta tidak berhenti pada tataran wacana belaka. "Jangan sampai negara itu tutup telinga, tutup hati, tutup mata terhadap persoalan perempuan dan anak-anak yang sudah sedemikian rupa diperlakukan secara tidak sepatutnya. Menurut saya ini violence, ini kejahatan!" ucapnya.

Ahsan J. Hamidi juga menyampaikan pesan optimisnya. "Hati saya tercabik-cabik membaca buku ini karena data dan fakta soal kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah sedemikian rupa, sementara itu kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya. Ahsan menambahkan, "Perbuatan kekerasan dalam rumah tangga itu adalah sesuatu yang nista, sesuatu yang menyebabkan perempuan ada dalam kelompok mustadh’afin ‘orang-orang yang lemah dan dilemahkan’. Ini harus terus digelorakan. Semangat untuk memberikan argumen yang baik bahwa perbuatan KDRT yang dilakukan oleh siapa pun, itu adalah perbuatan yang pengecut, perbuatan nista yang harus kita hentikan apa pun alasannya.”

Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pisangan Legoso itu juga mendorong agar PSIPP turun ke akar rumput dalam rangka mendata korban, melakukan pendampingan, dan lain sebagainya. "Memberikan zakat kepada korban KDRT hanya salah satu pilihan, tetapi implikasi dari pemberian zakat kepada korban KDRT itu akan banyak sekali. Di situ akan ada edukasi, di situ akan ada keberpihakan, di situ akan ada advokasi, di situ akan ada keprihatinan, dan seterusnya," ungkapnya. Ia melanjutkan, "Kebajikan yang sudah Yuli wujudkan dalam buku tidak hanya berhenti di ruang diskusi, ruang seminar, tetapi juga asas manfaatnya harus bisa dirasakan oleh perempuan-perempuan di Indonesia terutama pada korban KDRT."

PSIPP ITBAD Jakarta merupakan lembaga yang bergerak dan fokus pada isu-isu keislaman, perempuan, dan pembangunan. Tujuan didirikannya pusat studi ini bukan hanya untuk mengkaji, kemudian melakukan pelatihan dan peneltian, tetapi pada saat yang sama juga memiliki dua misi. Pertama, memastikan putusan Tarjih Muhammadiyah (tidak menutup kemungkinan juga diperuntukkan bagi lembaga lainnya) yang berperspektif perempuan itu bisa disebarluaskan semakin luas kepada masyarakat. Kedua, kalau Tarjih Muhammadiyah belum mempunyai fatwa yang berkeadilan bagi perempuan dan dukungan kepada korban, maka apa yang dilakukan oleh PSIPP bagian dari mendorong, memberikan masukan, memberikan usulan kepada tarjih dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah supaya memiliki fatwa yang berkeadilan bagi perempuan.

[PR Lazismu PP Muhammadiyah]