Awal Agustus 2024, Lazismu dan Madani Berkelanjutan Akan Gelar Workshop Perubahan Iklim
JAKARTA – Problem perubahan iklim sama dengan masalah kerusakan alam yang terjadi sebagai dampaknya. Kenyataannya, perubahan iklim dengan segala dampaknya menyisakan persoalan lainnya bagi manusia. Situasinya semakin genting, di saat bersamaan bencana alam di Indonesia yang sering terjadi menggambarkan potensinya yang kian rentan. Intervensi manusia terhadap cara pandang pada alam harus kembali kepada dasar-dasar perubahan iklim.
Dalam kajian lembaga filantropi seperti Lazismu baru dalam tahap permukaan. Lebih dari itu, Muhammadiyah lewat kajian manhaj tarjih masuk pada selubung terdalam yang melibatkan banyak pakar. Kendati demikian, kajian dalam merespons isu-isu lingkungan dan perubahan iklim melahirkan karya berupa Fikih Air (2004) dan Fikih Kebencanaan (2015) sebagai nilai tambah yang bersifat integral secara keilmuan.
Dokumen tersebut paling tidak sebagai upaya penting dalam suatu respons atas keterdesakan tantangan global yang berdampak pada bumi manusia. Karena itu, Divisi Research and Development (R & D) Lazismu Pusat dan Divisi Kelembagaan dan SDA Lazismu pusat akan menggelar workshop dampak perubahan iklim di Indonesia dan peran Lazismu ke depannya.
Menurut Sita Rahmi BS, Manajer Research and Development Lazismu Pusat, dalam keterangannya (22/7/2024) workshop ini akan digelar pada tanggal, 3 – 4 Agustus 2024, di Jakarta. Lazismu berkolaborasi dengan lembaga nirlaba, Madani Berkelanjutan. Isu perubahan iklim yang diusung sebetulnya sebagai tindak lanjut rekomendasi Muhammmadiyah terhadap perubahan iklim dan responsnya, yang pada konteks ini Lazismu mewarnainya dalam pendekatan filantropi.
“Sebelum dilakukan workshop Lazismu telah mendata jejaring Lazismu di wilayah dan daerah terpilih. Sebanyak 44 kantor Lazismu itu berhasil dihimpun berdasarkan potensi kerentanan terjadinya perubahan iklim dan bencana,” paparnya.
Sebelum workshop, Divisi Research and Development Lazismu Pusat, kata Sita, pada 16 Juli 2024, melakukan paparan awal tentang maksud, tujuan dan gambaran kegiatan workshop itu. Tujuan diagendakannya untuk meningkatkan kapasitas amil dalam isu perubahan iklim di Indonesia.
Secara rinci kata dia, amil memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi dampak perubahan iklim serta aksi yang bisa dikerjakan bersama berdasarkan kondisi lokal daerah masing-masing, dalam rangka pencegahan, penanganan serta adaptasi dampak perubahan iklim.
Harapannya kata Sita, kemampuan amil bertambah dan dapat mengintegrasikannya dalam program pendistribusian dan pendayagunaan yang dirancang untuk menjawab permasalahan perubahan iklim. “Nilai tambahnya, kompetensi ini dapat membuka peluang model penghimpunan yang berbasis pada kampanye untuk pendanaan program perubahan iklim,” tandasnya.
Selain menjemput target yang direncanakan, diharapka juga amil Lazismu di wilayah dan daerah mampu mengidentifikasi tantangan, potensi dan inovasi adaptasi perubahan iklim di kawasan yang rentan dan mampu menterjemahkannnya dalam strategi dan rencana aksi.
Lazismu dalam konteks perubahan iklim, sambung Sita, tidak hanya mengintegrasikan pandangan teologis dan fikih semata. Justeru melalui kacamata filantropi terbuka kajian lebih lanjut yang lebih saintifik untuk menemukan sisi faktualnya dan kerangka justifikasinya sehingga menghasilkan panduan praktis gerakan filantropi dalam merespons perubahan iklim.
“Maka sinergi Lazismu dengan Madani Berkelanjutan yang bertumpu pada kombinasi riset dan filantropi dapat menghasilkan peta dampak dan risiko perubahan iklim di Indonesia yang melibatkan lintas sektor serta best practice program di mana kerja-kerja Madani Berkelanjutan yang pernah dijalankan sebelumnya menjadi pintu masuk yang beririsan dengan aksi gerakan filantropi,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Deputy Director Madani Berkelanjutan, Giorgio Budi Indrarto mengatakan bahwa nilai strategis dari kolaborasi ini bersama Lazismu adalah sebagai salah satu sayap organisasi Islam terbesar di Indonesia. “Peran Lazismu sangat strategis dalam konteks penanganan perubahan iklim, terutama pada tingkat tapak,” jelasnya.
Dengan jaringan yang sangat luas, cakupan untuk menyampaikan informasi dan mengidentifikasi kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim juga menjadi lebih luas. Nilai inilah, sambung Giorgio, yang mendorong Madani Berkelanjutan untuk melakukan sinergi.
Mengapa perubahan iklim perlu masuk dalam gerakan filantropi ? Giorgio menuturkan bahwa gerakan filantropi sangat dibutuhkan perannya dalam konteks penanganan perubahan iklim dan ini sudah dipraktikkan pada skala global.
Karena untuk menangani perubahan iklim, dibutuhkan berbagai sumber daya untuk mewujudkan keberhasilannya. Bahkan, kata dia, topik terkait pendanaan iklim (climate financing) merupakan satu topik yang terus dibicarakan hingga hari ini. Gerakan filantropi menjadi salah satu gerakan yang menjadi ujung tombak untuk dapat menjawab berbagai tantangan perubahan iklim saat ini.
“Maka untuk dapat menghadapi perubahan iklim, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan iklim, dan bagaimana kita bisa menghadapinya,” terangnya.
Itulah sebab mengapa workshop dibutuhkan bersama dengan Lazismu di berbagai wilayah Indonesia yang teridentifikasi sangat rentan terhadap perubahan iklim. Sehingga, para pelaku filantropi dapat mulai untuk mengidentifikasi peluang serta tantangan yang dihadapi pada tingkat wilayah masing-masing, tandasnya.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]