Banjir Sintang, Banjir Terbesar Sejak 57 Tahun Silam
Ditulis oleh berita
Ditulis pada 21:30, 16/11/2021
"Banjir ini banjir terbesar, mas. Selama 40 tahun saya hidup di Sintang, saya belum pernah mendapati banjir yang sedalam dan selama ini," ujar Endang Kusmiyati, Koordinator Eksekutif Lazismu Sintang.
Ia menyebut bahwa kakek-nenek di Sintang sering bercerita. Dulu, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1964. Namun, durasi banjir waktu itu tidak seperti banjir di tahun 2021 ini. Banjir Sintang tahun ini mencapai hampir satu bulan penuh dan belum ada tanda-tanda akan surut. Bahkan, menurut BMKG, hujan sedang hingga lebat masih akan terus berlanjut hingga Februari tahun depan.
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat adalah daerah yang langganan banjir setiap tahun. Masyarakat sudah terbiasa dengan bencana tahunan tersebut. Namun, tahun ini sungguh berbeda. Banjir tahun ini, di beberapa daerah mencapai kedalam 3 meter. Sedangkan air terus menggenang sejak 3 pekan silam.
Banjir tersebut telah menelan empat korban jiwa. Sementara itu lebih dari 25 ribu jiwa mengungsi. Banjir terbesar sejak 57 tahun itu dirasakan oleh lebih dari 120 ribu jiwa. Banjir diperparah dengan adanya badai La Nina yang menahan air dari sungai yang bermuara ke laut, sehingga air banjir semakin sulit untuk surut.
Jalan Lintas Melawi, salah satu jalan utama di Sintang berubah menjadi sungai. Sehingga yang bisa melewati jalan tersebut hanya perahu. Seluruh transportasi darat lumpuh total. Padahal, jalan tersebut adalah satu-satunya jalan menuju Kabupaten terujung di Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu. Banjir di jalan ini kedalamannya mencapai 1 meter.
Selama musibah banjir tersebut, banyak kisah pilu terjadi. Salah satunya dialami oleh Kartini, warga Sintang yang terpaksa melahirkan di atas sampan. Mulanya, ia akan pergi ke salah satu fasilitas kesehatan. Namun, karena jalan menuju faskes tersebut terendam banjir, ia pergi bersama keluarga menggunakan sampan. Sayangnya, ketika masih di atas sampan, bayi yang ia kandung keluar.
Selain itu, Aldo Topan Rivaldi, salah seorang relawan Muhammadiyah Sintang melaporkan bahwa ada 4 keluarga yang mengungsi di hutan, tidur di pondok yang sederhana, dan terpaksa minum air keruh karena tidak ada air bersih.
“Mereka mengungsi di hutan sudah dua hari. Selama dua hari itu, mereka kesulitan air bersih. Jadi, terpaksa minum air banjir yang keruh,” ujar Aldo.
Sebagian masjid yang terendam tidak bisa mendirikan shalat jumat secara berjamaah. Di Kelurahan Alai, beberapa masjid terendam selama berminggu-minggu, sehingga aktivitas ibadah di masjid ditiadakan.
Melihat kondisi tersebut, Muhammadiyah Sintang bersama seluruh elemen seperti MDMC dan Lazismu mendirikan posko pengungsian di Universitas Muhammadiyah Sintang, SD Muhammadiyah Sintang, SMP Muhammadiyah Sintang, dan SMK Muhammadiyah Sintang.
Dari posko tersebut, Muhammadiyah mendistribusikan ratusan kilogram beras, puluhan dus mie instan, air mineral, dan obat-obatan P3K seperti obat gatal, obat demam, dan obat diare.
Merespon banjir yang tak kunjung surut tersebut, Jokowi menyebut bahwa penyebab utama banjir Sintang lantaran ada kerusakan di bagian hulu pada area penangkapan hujan yang terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lalu.
"Banjir, ya itu kan karena kerusakan hulu, area daerah tangkapan hujan yang juga berpuluh-puluh tahun, dan itu harus kita hentikan karena memang masalah utamanya ada disitu," ujar Jokowi.
Bahkan, dalam menghadapi banjir terbesar sejak 57 tahun silam di Sintang ini, Dirjen Sumber Data Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengaku kewalahan. Pihaknya merasa kesulitan membantu penanganan banjir di Sintang. Ia menyebut bahwa area resapan berubah dan banjir nyaris merata. Hal tersebut menyebabkan alat-alat penanganan banjir menjadi tidak berfungsi.
(Yusuf)
Ia menyebut bahwa kakek-nenek di Sintang sering bercerita. Dulu, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1964. Namun, durasi banjir waktu itu tidak seperti banjir di tahun 2021 ini. Banjir Sintang tahun ini mencapai hampir satu bulan penuh dan belum ada tanda-tanda akan surut. Bahkan, menurut BMKG, hujan sedang hingga lebat masih akan terus berlanjut hingga Februari tahun depan.
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat adalah daerah yang langganan banjir setiap tahun. Masyarakat sudah terbiasa dengan bencana tahunan tersebut. Namun, tahun ini sungguh berbeda. Banjir tahun ini, di beberapa daerah mencapai kedalam 3 meter. Sedangkan air terus menggenang sejak 3 pekan silam.
Banjir tersebut telah menelan empat korban jiwa. Sementara itu lebih dari 25 ribu jiwa mengungsi. Banjir terbesar sejak 57 tahun itu dirasakan oleh lebih dari 120 ribu jiwa. Banjir diperparah dengan adanya badai La Nina yang menahan air dari sungai yang bermuara ke laut, sehingga air banjir semakin sulit untuk surut.
Jalan Lintas Melawi, salah satu jalan utama di Sintang berubah menjadi sungai. Sehingga yang bisa melewati jalan tersebut hanya perahu. Seluruh transportasi darat lumpuh total. Padahal, jalan tersebut adalah satu-satunya jalan menuju Kabupaten terujung di Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu. Banjir di jalan ini kedalamannya mencapai 1 meter.
Selama musibah banjir tersebut, banyak kisah pilu terjadi. Salah satunya dialami oleh Kartini, warga Sintang yang terpaksa melahirkan di atas sampan. Mulanya, ia akan pergi ke salah satu fasilitas kesehatan. Namun, karena jalan menuju faskes tersebut terendam banjir, ia pergi bersama keluarga menggunakan sampan. Sayangnya, ketika masih di atas sampan, bayi yang ia kandung keluar.
Selain itu, Aldo Topan Rivaldi, salah seorang relawan Muhammadiyah Sintang melaporkan bahwa ada 4 keluarga yang mengungsi di hutan, tidur di pondok yang sederhana, dan terpaksa minum air keruh karena tidak ada air bersih.
“Mereka mengungsi di hutan sudah dua hari. Selama dua hari itu, mereka kesulitan air bersih. Jadi, terpaksa minum air banjir yang keruh,” ujar Aldo.
Sebagian masjid yang terendam tidak bisa mendirikan shalat jumat secara berjamaah. Di Kelurahan Alai, beberapa masjid terendam selama berminggu-minggu, sehingga aktivitas ibadah di masjid ditiadakan.
Melihat kondisi tersebut, Muhammadiyah Sintang bersama seluruh elemen seperti MDMC dan Lazismu mendirikan posko pengungsian di Universitas Muhammadiyah Sintang, SD Muhammadiyah Sintang, SMP Muhammadiyah Sintang, dan SMK Muhammadiyah Sintang.
Dari posko tersebut, Muhammadiyah mendistribusikan ratusan kilogram beras, puluhan dus mie instan, air mineral, dan obat-obatan P3K seperti obat gatal, obat demam, dan obat diare.
Merespon banjir yang tak kunjung surut tersebut, Jokowi menyebut bahwa penyebab utama banjir Sintang lantaran ada kerusakan di bagian hulu pada area penangkapan hujan yang terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lalu.
"Banjir, ya itu kan karena kerusakan hulu, area daerah tangkapan hujan yang juga berpuluh-puluh tahun, dan itu harus kita hentikan karena memang masalah utamanya ada disitu," ujar Jokowi.
Bahkan, dalam menghadapi banjir terbesar sejak 57 tahun silam di Sintang ini, Dirjen Sumber Data Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengaku kewalahan. Pihaknya merasa kesulitan membantu penanganan banjir di Sintang. Ia menyebut bahwa area resapan berubah dan banjir nyaris merata. Hal tersebut menyebabkan alat-alat penanganan banjir menjadi tidak berfungsi.
(Yusuf)