BEDAH PEMIKIRAN "ZAKAT UNTUK WHRD, SEBAGAI ASNAF FI SABILILLAH"
Ditulis oleh Doddy
Ditulis pada 10:02, 01/12/2021
JAKARTA -- Permasalahan sosial kemasyarakatan terus berkembang ditengah minimnya naskah fatwa-fatwa keagamaan kontemporer. Salah satu problematika yang dihadapi yakni tingginya kasus kekerasan seksual. Perempuan dan anak menjadi korban paling terdampak dari persoalan sosial tersebut. Merespon hal ini, Ketua Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Yulianti Muthmainnah, melakukan ijtihad fiqih dengan menuliskan buku "Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak". Yuli mencatatkan sejumlah data kekerasan seksual berdasarkan kasus-kasus yang pernah ditanganinya. Dosen ITBAD Jakarta ini berharap, lembaga filantropi di Indonesia dapat memberikan perhatian khusus bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui alokasi dana zakat yang dihimpun.
Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Dwi Rubianti Kholifah atau yang akrab disapa Rubi Kholifah, menyambut baik buku yang dituliskan Yulianti. Selain mendukung gerakan zakat bagi korban, Rubi menyatakan hal ini sesuai dengan salah satu strategi AMAN Indonesia yaitu mendukung tafsir progresif yang berperspektif adil gender, sehingga ia mendorong agar ke depan dapat dimanfaatkan oleh negara lain.
"Kami tentu mendukung setiap langkah inisiatif anak-anak muda dan perempuan yang bertujuan untuk mensyiarkan nilai-nilai perdamaian, baik dari kacamata Islam maupun agama lain," ujar Rubi dalam diskusi 16 Minggu Gerakan Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak "Zakat untuk WHRD, sebagai Asnaf fi Sabilillah" yang berlangsung secara daring pada Senin (29/11). Ia berharap kerja advokasi kolektif terkait isu perempuan ini terus berlangsung secara masif dengan menggandeng banyak lembaga dan masyarakat sipil. Rubi juga menekankan pentingnya partisipasi perempuaan, tidak hanya secara fisik saja, melainkan mengakomodir suara-suara perempuan sebagai basis perubahan.
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Riau, Hardhina Rosmasita, juga mengapresiasi buku Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di tengah keterbatasan fatwa-fatwa keagamaan kontemporer. "Ini langkah ijtihad yang luar biasa, fiqih yang progresif sesuai dengan perkembangan jaman saat ini, pun naskah keagamaan ayat Al-Qur'an dan hadist jumlahnya terbatas, tapi permasalahan terus berkembang, kompleks dan tidak terbatas. Terobosan dalam fiqih harus dikembangkan, seperti yang ada dalam buku zakat ini," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Aisyiyah Riau, Yetty, memandang persoalan perempuan dan anak merupakan tanggungjawab negara sesuai dengan amanat Pasal 34 UUD 1945. "Jangan sampai negara ini tutup telinga, tutup hati dan mata terhadap persoalan anak-anak dan perempuan yang sedemikian rupa diperlakukan sepatutnya, karena membiarkan sebuah kejahatan adalah kejahatan kemanusiaan," tegasnya. Melalui buku zakat ini, Yetty juga berharap agar kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini dapat terurai, minimal para korban kekerasan diselamatkan, diberdayakan oleh lembaga filantropi sebagaimana zakat bisa menyejahterakan para korban KDRT.
Dalam diskusi ini, Founder Fahmina Institute Faqihuddin Abdul Kodir menyebut, zakat merupakan institusi sosial yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam. Adanya zakat dapat membantu akses ekonomi kelompok sosial marginal agar mencapai taraf kesejahteraan. Akan tetapi, menurutnya, sejauh ini nuansa fiqih zakat secara khusus belum mengakomodir pengalaman perempuan. Padahal menurutnya pengalaman perempuan dapat diangkat ketika membahas fiqih zakat dan upaya pendistribusiannya.
"Saya yakin alokasi, lalu manajemen pengelolaan zakat ini akan berbeda dan akan lebih banyak memiliki nilai filantropis. Jika sekarang hanya berpikir sebagai simbol lalu membangun dan sebagainya. Saya kira masih banyak kita perlu ijtihad tentang pemikiran-pemikiran zakat dari sisi sumber berbagai level dan sisinya, lalu targetnya asnafnya," terang Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini.
Sementara itu, Tuti Andriani selaku Wakil Ketua PWNA Riau menyatakan, gerakan zakat bagi korban kekerasan harus dibarengi dengan literasi tentang zakat. Menurutnya sosialisasi penting dilakukan terkait pemahaman dan regulasi, agar masyarakat dapat memberikan ruang dan pengalokasian zakat bagi korban kekerasan baik perempuan maupun anak. Apalagi di masa pandemi, ia berharap gerakan pemberdayaan melalui zakat dapat dimaksimalkan bagi perempuan dan anak yang mayoritas menjadi korban.
"Korban kekerasan selama ini memang jarang mengakui, yang memberikan informasi justru lembaga layanan pendampingan. AMAN dan PSIPP termasuk yang memberikan pendampingan tersebut, serta banyak wadah pelayanan perempuan dan anak. Menurut saya ini solusi cerdas yang ditulis mbak Yulianti, korban baik itu kekerasan pelecehan terhadap perempuan dan anak, mereka juga berhak mendapatkan zakat," pungkas Tuti yang juga merupakan Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
[PR Lazismu PP Muhammadiyah]
Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Dwi Rubianti Kholifah atau yang akrab disapa Rubi Kholifah, menyambut baik buku yang dituliskan Yulianti. Selain mendukung gerakan zakat bagi korban, Rubi menyatakan hal ini sesuai dengan salah satu strategi AMAN Indonesia yaitu mendukung tafsir progresif yang berperspektif adil gender, sehingga ia mendorong agar ke depan dapat dimanfaatkan oleh negara lain.
"Kami tentu mendukung setiap langkah inisiatif anak-anak muda dan perempuan yang bertujuan untuk mensyiarkan nilai-nilai perdamaian, baik dari kacamata Islam maupun agama lain," ujar Rubi dalam diskusi 16 Minggu Gerakan Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak "Zakat untuk WHRD, sebagai Asnaf fi Sabilillah" yang berlangsung secara daring pada Senin (29/11). Ia berharap kerja advokasi kolektif terkait isu perempuan ini terus berlangsung secara masif dengan menggandeng banyak lembaga dan masyarakat sipil. Rubi juga menekankan pentingnya partisipasi perempuaan, tidak hanya secara fisik saja, melainkan mengakomodir suara-suara perempuan sebagai basis perubahan.
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Riau, Hardhina Rosmasita, juga mengapresiasi buku Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di tengah keterbatasan fatwa-fatwa keagamaan kontemporer. "Ini langkah ijtihad yang luar biasa, fiqih yang progresif sesuai dengan perkembangan jaman saat ini, pun naskah keagamaan ayat Al-Qur'an dan hadist jumlahnya terbatas, tapi permasalahan terus berkembang, kompleks dan tidak terbatas. Terobosan dalam fiqih harus dikembangkan, seperti yang ada dalam buku zakat ini," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Aisyiyah Riau, Yetty, memandang persoalan perempuan dan anak merupakan tanggungjawab negara sesuai dengan amanat Pasal 34 UUD 1945. "Jangan sampai negara ini tutup telinga, tutup hati dan mata terhadap persoalan anak-anak dan perempuan yang sedemikian rupa diperlakukan sepatutnya, karena membiarkan sebuah kejahatan adalah kejahatan kemanusiaan," tegasnya. Melalui buku zakat ini, Yetty juga berharap agar kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini dapat terurai, minimal para korban kekerasan diselamatkan, diberdayakan oleh lembaga filantropi sebagaimana zakat bisa menyejahterakan para korban KDRT.
Dalam diskusi ini, Founder Fahmina Institute Faqihuddin Abdul Kodir menyebut, zakat merupakan institusi sosial yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam. Adanya zakat dapat membantu akses ekonomi kelompok sosial marginal agar mencapai taraf kesejahteraan. Akan tetapi, menurutnya, sejauh ini nuansa fiqih zakat secara khusus belum mengakomodir pengalaman perempuan. Padahal menurutnya pengalaman perempuan dapat diangkat ketika membahas fiqih zakat dan upaya pendistribusiannya.
"Saya yakin alokasi, lalu manajemen pengelolaan zakat ini akan berbeda dan akan lebih banyak memiliki nilai filantropis. Jika sekarang hanya berpikir sebagai simbol lalu membangun dan sebagainya. Saya kira masih banyak kita perlu ijtihad tentang pemikiran-pemikiran zakat dari sisi sumber berbagai level dan sisinya, lalu targetnya asnafnya," terang Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini.
Sementara itu, Tuti Andriani selaku Wakil Ketua PWNA Riau menyatakan, gerakan zakat bagi korban kekerasan harus dibarengi dengan literasi tentang zakat. Menurutnya sosialisasi penting dilakukan terkait pemahaman dan regulasi, agar masyarakat dapat memberikan ruang dan pengalokasian zakat bagi korban kekerasan baik perempuan maupun anak. Apalagi di masa pandemi, ia berharap gerakan pemberdayaan melalui zakat dapat dimaksimalkan bagi perempuan dan anak yang mayoritas menjadi korban.
"Korban kekerasan selama ini memang jarang mengakui, yang memberikan informasi justru lembaga layanan pendampingan. AMAN dan PSIPP termasuk yang memberikan pendampingan tersebut, serta banyak wadah pelayanan perempuan dan anak. Menurut saya ini solusi cerdas yang ditulis mbak Yulianti, korban baik itu kekerasan pelecehan terhadap perempuan dan anak, mereka juga berhak mendapatkan zakat," pungkas Tuti yang juga merupakan Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
[PR Lazismu PP Muhammadiyah]