KAMAWAKAN, LAZISMU KALSEL, DAN SURGA KECIL DI KAKI MERATUS

Ditulis oleh Doddy
Ditulis pada 18:06, 07/04/2022
Cover KAMAWAKAN, LAZISMU KALSEL, DAN SURGA KECIL DI KAKI MERATUS
JAKARTA -- Martapura-Kalimantan Selatan, Kamis 25 Maret 2022. Hari makin malam ketika kami mulai meninggalkan rumah makan Kairo. Perut tentu sudah kenyang. Kami baru saja menyantap sop, sate, dan kambing goreng. Dengan tiga mobil Lazismu Kalsel kami melaju kencang di jalan Trans Kalimantan. Tujuan kami Desa Kamakawan di kaki pegunungan Meratus. Satu mobil dengan sirine kadang meraung membuka jalan. Lalu lintas lumayan padat. Untungnya truk batubara tidak lagi lewat. Setelah melewati kota Tapin, tepat tengah malam kami masuk kota Kandangan, ibu kota Kabupaten Hulu  Sungai Selatan (HSS). Kami berpencar. Bang Sani, amil Lazismu kalsel dan kawan-kawan menginap di Masjid Istiqamah Kompleks Muhammadiyah yang sejuk. Aku bersama Edi Surya, Direktur Lazismu diantar masuk hotel. Hanya butuh beberapa menit dan kami pun terlelap.

Menjelang subuh kami kembali ke Masjid Istiqamah. Aku harus kuliah subuh. Meskipun lumayan jauh dari kota propinsi, jamaah masjid Muhammadiyah Kandangan ini sangat meng-Indonesia. Baru saja turun mimbar aku didekati Pak Sugiarto yang berasal dari Jogja. Kamipun akrab berbicara dalam bahasa Jawa. Beliau pensiunan guru PNS alumni PGSLP Jogja era 1970-an. Lalu ada Bang Ucok kelahiran Brandan Sumut tetapi masih berdarah Banjar. Setamat SMA di Brandan beliau diterima di Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin. Kini beliau pegawai Pemda di Kandangan. Lalu ada Uda Syafrul yang berasal dari Muara Labuh-Sumbar, tetangga Kerinci kampungku. Setamat dari UNP Padang beliau menjadi guru PNS di SMK Kandangan. Tentu saja ada dokter Didi, orang Cirebon yang banyak berkiprah membesarkan Lazismu HSS.

Didi Kurniadi alumni FK Unisula Semarang. Saat ikut program PTT enam bulan di daerah sangat terpencil beliau memilih Martapura Kalimantan Selatan. Pada bulan keempat beliau ikut pelatihan di kota propinsi dan bertemu dokter putri alumni FK Maranata Bandung. Maka bujang dan gadis sesama orang Sunda ini pun berjodoh. Dokter Didi kemudian pindah ke Kandangan tempat istrinya bertugas. Di sini Didi bergabung dengan komunitas Muhammadiyah setempat. Beliau rajin keliling ke berbagai pelosok di pegunungan Meratus menjalankan misi kemanusiaan. Kegigihannya berbuah sebuah masjid di Bumbuyanin, Desa Kamakawan, Kecamatan Loksado, HSS. Ada belasan muslim muallaf disini. Mereka hidup damai bersama penganut Kaharingan, Hindu, dan Kristen setempat. Sayangnya kini Didi harus kembali ke Bandung. Orang tuanya membutuhkan perawatan lebih intensif disana.

Hari masih pagi ketika kami bersiap menuju Kamakawan. Di antara rombongan ternyata ada Bang Zain. Lengkapnya Zainuddin MD, kakak kelasku di Pondok Shabran UMS. Dua tahun setelah wisuda pada 1994, Bang Zain mengajak istrinya orang Klaten hijrah ke Barabai, Hulu Sungai Tengah kampung halamannya. Beliau tekun membina masyarakat dengan menjadi muballigh dan guru di sana. Beliau sempat menjadi ketua parpol, anggota DPRD, dan akhirnya memutuskan fokus di dunia pendidikan dan dakwah. Dia menjadi dai pembina banyak muallaf di Pegunungan Meratus. Dua puluh tahun lebih kami tidak bertemu. Maka sepanjang perjalanan Kandangan-Loksado kami satu mobil. Melepas rindu dengan saling berbagi banyak cerita. Semoga nanti aku bisa berkunjung ke Barabai. Menuliskan kisah kiprah Bang Zain yang sangat menarik. Di sisi lain Pegunungan Meratus. 

Sekitar pukul 09.00 kami meninggalkan Masjid Istiqamah Kandangan. Kami menuju Desa Kamakawan dengan lebih lima mobil beriringan. Ketika perjalanan mendekati kaki Meratus aku segera terpikat keindahan alamnya. Jalan naik turun dengan kelokan-kelokan tajam. Ini mengingatkan aku pada kampung halaman di Kerinci Hilir. Satu jam kemudian kami sampai di Loksado, ibukota kecamatan. Loksado terkenal dengan wisata rakit rafting. Sayangnya tidak ada cukup waktu untuk menikmatinya. Di depan SDN Loklahung rombongan berhenti. Perjalanan harus diteruskan dengan naik sepeda motor. Di sini sudah menunggu Wakil Bupati dan rombongan Kemenag. Maka beriringan puluhan sepeda motor kami mulai naik dan masuk lebih dalam ke Pegunungan Meratus.

Perjalanan menuju Kamakawan tidak kalah menariknya. Jalan semen selebar dua meter naik turun. Tikungan-tikungannya tajam. Di kiri kanan banyak tebing tinggi, dan jurang yang dalam. Beberapa bahu jalan hilang karena longsor. Dari bagian belakang sepeda motor aku melirik. Jurang yang dalam terlihat menganga dan air yang deras mengalir nampak di bawah sana. Di kejauhan nampak beberapa puncak Meratus nan berlapis-lapis. Gagah memangku kawasan ini. Kami melewati beberapa desa. Sebagian berpenduduk muslim, sebagian Kristen, dan sebagian lagi Kaharingan. Terdapat satu dua masjid dan juga gereja di sepanjang perjalanan. Setelah lebih lima kilometer rally kami pun memasuki Dusun Bumbuyanin, Desa Kamakawan. Sebuah spanduk terpampang jelas di atas jalan masuk desa menyambut kedatangan kami.

Aku terpukau oleh dusun kecil di pedalaman Kalimatan ini. Udaranya sejuk karena lingkungan masih hijau. Pohon-pohon besar dan kecil melingkungi dusun. Kicau burung mengiringi gemericik air. Sungainya jernih dan ikan-ikan berenang terlihat di dalamnya. Sekalipun ketika hujan turun. Alurnya berkelok-kelok dengan aliran yang tidak terlalu deras. Betapa ingin aku mandi di dalamnya. Meski berada di pedalaman dusun ini tidak terbelakang. Rumah-rumah penduduk terlihat bersih. Umumnya berdinding tembok. Satu dua bertiang dan berdinding kayu. Di dekat sebuah jembatan sebuah masjid baru berdiri. Masjid ini berada di kelokan sungai yang jernih tadi. Masjid ini cantik sekali. Menggunakan arsitektur dengan kearifan lokal. Bertiang dan berdinding kayu. Masjid diberi nama Istiqamah, nama yang sama dengan Masjid Muhammadiyah di kota Kandangan.

Sekitar pukul sepuluh diselenggarakan peresmian masjid. Hadir Ketua PDM dan keluarga besar Muhammadiyah. Juga Wakil Bupati Syamsuri Arsyad, KUA setempat, dan Kades Kamakawan yang kebetulan non Muslim. Untuk itu sebuah prasasti disiapkan. Seumur hidup baru sekali ini aku menandatangani prasasti. Suasana makin gembira dengan makan bersama. Ibu-ibu Aisyiah HSS sungguh pandai memasak. Beberapa menu tradisonal terlihat unik dan sangat lezat. Selanjutnya aku ditodong menjadi khatib dan mengimami shalat Jumat perdana. Tema khutbahku adalah keutamaan Al-Qur’an dan meningkatkan kecintaan padanya menyongsong datangnya Ramadhan. Ketika mengimami shalat rasa syahdu mengiringiku. Pengimaman masjid ini berdinding kaca tembus pandang. Di depannya terhampar sungai yang airnya mengalir jernih. Pepohonan dan dedaunan menghijau di kedua dan sisinya. Membuat aku merasa di jannaatun tajri min tahtihal anhaar.

Masjid Istiqamah Kamakawan menjadi bukti sukses dakwah di Hulu Sungai Selatan. Model yang digunakan adalah dakwah bil haal yang melibatkan banyak pihak. Tentu saja ada dokter Didi dan para penekun Lazismu HSS lainnya. Lalu ada program yang fokus pada kesehatan ibu dan anak. Untuk ini ada Bening, Ketua PW NA Kalsel, seorang bidan dan dosen Prodi Kebidanan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Bersama teman-teman dia berulang kali mengunjungi Kamakawan dan sekitarnya. Gerakan dakwah di sini juga tidak melupakan pengkaderan. Untuk itu mereka dibantu Lazismu Wilayah dan Lazismu Daerah lainnya. Tujuh remaja Kamakawan dikirim ke sekolah favorit Muhammadiyah Boarding School di Banjarbaru. Pembiayaan mereka sepenuhnya ditanggung Lazismu Daerah Banjarbaru.

Menjelang jam dua siang kami bersiap kembali ke Banjarmasin. Tetapi satu kejadian menarik perhatianku. Pak Enjang, pelanjut dokter Didi sebagai Ketua Lazismu HSS, menginisiasi rapat bersama jamaah, para muallaf. Mereka nampak antusias. Bang Saiful tokoh setempat akhirnya terpilih menjadi Ketua Takmir Masjid. Dalam kepengurusan semua muallaf terlibat. Mereka menargetkan masjid harus hidup dengan azan lima waktu. Selama Ramadhan tarawih dan buka bersama diadakan. Aku pun mencuri kesempatan. Aku mendekati seorang ibu yang duduk bersama cucunya di barisan belakang. Tempat aku mengintip rapat ini sambil tiduran. Sambil mengulurkan sejumlah uang aku berbisik, "Untuk buka puasa hari pertama." Inisiatifku segera memancing jamaah lainnya. Mereka juga mendonasikan sejumlah dana. Termasuk beberapa muallaf. Alhamdulillaah.

Sebelum sore kami kembali ke Banjarmasin. Tentu diawali dengan naik sepeda motor menuju Losksado. Dari Loksado kami kembali naik mobil Fortuner Lazismu Kalsel yang gagah yang disopiri Bang Sani yang tidak kalah gagahnya. Ada keinginan untuk sebentar saja menikmati jernih dan sejuknya sungai-sungai di seputar lokasi ini. Sayangnya tidak ada waktu untuk ini. Rakerwil Lazismu Kalsel menunggu kami di Banjarmasin. Di Loksado aku harus berpisah dengan Bang Zain. Beliau bersama rombongan kembali ke Barabai, di sisi lain Pegunungan Meratus. Karena perjalanan pulang ini siang hari aku bisa melihat lebih jelas pemandangan di kiri kanan jalan trans Kalimantan. Selepas dari HSS rupanya dataran Kalsel ini emang lebih banyak didominasi rawa dan sungai.

Bakda Isya kami memasuki sebuah rumah makan, di tepi sungai Martapura yang mengaliri sisi kota Banjarmasin. Ternyata kami sudah ditunggu tuan rumah Ketua Lazismu Kalimantan Selatan, Bapak Haji Nurdin Yusuf. Meski sudah berumur 82 tahun beliau nampak masih sehat dan bersemangat. Tidak ada pantangan makanan baginya. Maka malam ini kami bisa makan enak sambil menikmati suasana malam di tepi sungai. Pagi harinya ketika Rakerwil Lazismu Kalsel berlangsung, aku bertemu Haji Nurdin yang lain. Beliau Ketua Lazismu Kota Banjarmasin. Kebetulan juga beliau berumur 82 tahun. Lazismu di Kalsel rupanya dibesarkan oleh lintas generasi. Generasi kolonial berkolaborasi apik dengan generasi milenial. 

Acara Rakerwil Lazismu Kalsel berlangsung sangat bergairah. Pada kesempatan ini aku menyampaikan tiga poin. Pertama tentu mengapresiasi terlaksananya Rakerwil ini. Kedua tentang betapa pentingnya terus memelihara semangat memberi untuk negeri. Ketiga, tentang pentingnya program-program inovatif terutama dalam fundraising dengan memperkuat digital fundrising. Poin-poin itu aku ringkas dalam pantun berikut.

Bunga Sedap malam dan bunga melati
Yang satu mekar malam yang satu mekar pagi
Ke Kalimantan Selatan aku kini
Bertemu amil hebat profesional dalam berorganisasi

Dari Kandangan jalan ke Binuang
Kembali ke belakang menuju Kasarahan
Dengan Lazismu kita nyatakan iman
Tradisi memberi merupakan pembuktian

Dari Pelaihari hendak ke Pematang Durian
Jalan berlanjut sampai Melayu Bangkalan
Dengan inovasi Lazismu makin tajam
Manfaat gerakan terasa makin dalam


Jalan tol Semarang-Solo, Ahad, 3 April 2022. Aku dalam perjalanan kembali ke Jogja dari mengunjungi keluarga di Jepara. Sebuah video pendek dari Dindo Doddy Kalsel muncul di hapeku. Foto Masjid Istiqamah dan kaum muslimin yang siap berbuka puasa terlihat jelas. Suasana Ramadhan sangat terasa. Beberapa kalimat pembuka bertuliskan "Sabtu 2 April 2022. Buka puasa Ramadhan 1443 H perdana di Masjid Istiqamah, Desa Kamawakan, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Terima kasih atas donasi untuk berbuka puasa dari ayahanda… 🙏🏻." Aku kehabisan kata-kata. Anganku segera terbang menuju masjid indah di tepi sungai kecil nan jernih. Saudara-saudaraku di Kamakawan sedang bergembira berbuka puasa bersama. Di surga kecil di kaki pegunungan Meratus, Kalimantan. Alhamdulillaah.



Menara 62 Jakarta, 07 April 2022
Mahli Zainuddin Tago

[PR Lazismu PP Muhammadiyah/Mahli Zainuddin Tago]