Lazismu Gelar Pelatihan Penilaian Proposal Layak Hingga Monev Inovasi Sosial Kampung Berkemajuan
BOGOR --- Kerangka berpikir logis suatu program yang sistematis ketika direncanakan memerlukan bukti empiris. Dalam penyusunannya melibatkan partisipasi masyarakat sehinga muncul kebutuhan di lokasi kegiatan program sebagai tahapan menggali ide-ide inovasi sosial. Lazismu membingkai kerangka kerja logis itu dalam program Kampung Berkemajuan agar berdampak nilai manfaatnya.
Pendekatan model itu, kata Barry Aditya, Wakil Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat, memang didesign agak panjang. “Jadi Lazismu ingin tahapannya berbasis bukti dan kebutuhan dari masyarakat, makanya diawali dengan pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA), untuk menilai sebuah desa secara partisipatif sehingga masyarakat ikut terlibat di dalamnya sehingga muncul kebutuhan,” jelasnya dalam agenda Penilaian Proposal dan Pelatihan Monitoring dan Evaluasi Kampung Berkemajuan yang berlangsung di Ciawi, Bogor (29/10/2024).
Sebelumnya lanjut dia, beberapa amil dari wilayah telah dikarantina selama sembilan hari pada Juli yang lalu, dalam pelatihan bagaimana proses menyusun kerangka kerja logis. Berdasarkan temuan yang ada selanjutnya disusun design program dan apa saja yang sudah ditemukan, lalu diekplorasi dan disusun secara sistematis.
Barry mengungkapkan, jika melihat lembaga non-profit yang ada, serta panduan dari Baznas, pendekatannya sudah menggunakan model yang sama. “Keniscayaan bagi Lazismu untuk menyusun kerangka kerja program secara sistematis, lantas tahu apa yang menjadi tujuan dan cita-cita sampai dengan penyusunan pelaporan untuk bisa dipublikasikan kepada khalayak,” paparnya.
Prinsipnya, untuk menjadi pembelajaran bersama dan juga sebagai syiar bagaimana kemudian Muhammadiyah dengan dukungan pendanaan dari Lazismu melakukan kegiatan yang kita kategorikan sebagai inovasi sosial.
Dalam praktiknya, inovasi itu beragam, ada yang berpendapat tidak harus baru, imbuhnya. Dengan kemasan yang berbeda dan sistematis juga bisa dilakukan inovasi sosial lewat modalitas masyarakat. Setiap lokasi juga berbeda dan akan kita laksanakan ke depan. Apa yang telah dicapai oleh Lazismu ketika memperoleh penghargaan dari FOZ, yang juga pengalaman berrmakna Ardi selaku Direktur Program itu bisa dikategorikan tentang inovasi sosial.
Dalam aspek tertentu, kerangka kerja logis, proses dan mengemasnya membutuhkan teknologi informasi dan digital. Ini bisa kita lihat bersama, lanjut Barry, soal tren dan zaman yang telah berubah cepat. Di dalamnya ada Gen – Z, maksudnya jadi kita betul-betul ada sebuah program yang dengan inovasi itu Lazismu harus selamatkan generasi tersebut sesuai dengan alur pikir mereka.
Di tengah upaya itu, sambil memperkuat desa dan memberikan nilai manfaat dan kesejahteraan baik dalam aspek kesehatan mental, ekonomi dan sebagainya, hal itu memang bagian dari tugas Lazismu yang luar biasa.
Saat ini teman – teman yang hadir sebagai tindak lanjut agenda sebelumya, dalam satu hari ke depan secara bergantian akan mempresentasikan hasilnya berupa proposal, secara umum kerangka logisnya, temuannya dan alur selanjutnya dituangkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.
Mewakili badan pengurus, saya mengucapkan terima kasih kepada kawan – kawan Lazismu yang hadir, semoga bisa bermanfaat dan punya program yang betul-betul menjadi kebutuhan warga. “Termasuk menguatkan Muhamamdiyah di tingkat ranting dan cabang sehingga seluruhnya bisa kita peroleh dari sisi muhammadiyahnya, Lazismunya, dan warganya dari sisi pengembangan program dan evaluasinya,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama Lazismu Pusat, Ibnu Tsani mengatakan, sejak awal diangkat menjadi dirut, saya mencoba mereview kembali tentang program Lazismu. Jadi apa yang disampaikan Barry, ini sifatnya sama-sama belajar. Bagaimana mereview tahapan ideal dalam design perencanaan program.
Ketika diberi amanat itu sebagai dirut, secara keseluruhan, di tingkat wilayah dan daerah, tantangan pertama Lazismu membutuhkan bukti empirik (evidensi empirik) dan dampak dari program yang telah disalurkan. Sementara tantangan keduanya, ada renstra dan bagaimana mengimplementasikan kerangka kerja logis.
“Apa bukti empirisnya, mengapa harus melakukan pendekatan ini, sungguh pekerjaan rumah yang sudah saatnya dimulai,” ujarnya. Di era kompetisi ketika membicarakan program, sambung Ibnu, yang ditanya apa kesimpulannya dan apa metode mengambil kesimpulan itu, mengapa perlu adanya PRA dan seterusnya.
Puji syukur, tahap demi tahap, Lazismu berbenah diri, sehingga memiliki divisi monev. Jadi apa yang telah kita lakukan secara nasional agar bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Kalau kita ikuti ritme divisi monev, sudah mulai diperkenalkan social return of invesment (SROI). Suatu metode evaluasi yang sebenarnya merupakan piranti sistem evaluasi yang metodenya dibutuhkan oleh donor atau investor.
Ketika Lazismu berinteraksi dengan perusahaan, ada yang bertanya apa dampak sosialnya dalam kontribusi bersama Lazismu. Hal ini Lazismu perlu memiliki kerangka berpikirnya. Dan sebagai contoh kebajikannya, Lazismu berhasil di pilar program pendidikan lewat Edutabmu.
Meski bergerak dalam proses itu dan belajar bersama, maka ada tahapan yang jelas sehingga program tidak sekadar aktivitas adminsitratif. Mengapa dalam agenda ini melibatkan penghimpunan, agar Lazismu di tim fundraisingnya punya amunisi dalam penghimpunan dana ZISKA.
“Di tahun 2025 dengan pelatihan berkelanjutan ini, Lazismu sudah punya kerangka logisnya untuk meyakinkan donator, apa yang dilakukan nanti sudah memiliki perencanaan yang matang,” tuturnya.
Perlu sinergi program dan penghimpunan, karena aktivitas ini beririsan dengan meyakinkan publik dan korporat bahwa dokumennya saling terhubung, setidaknya ikhtiar itu sudah dilakukan. Pada aspek ini, tegas Ibnu, bukan sekadar review tapi belajar merencanakan dengan baseline yang terukur dan teruji.
[Kelembagaan dan Humas Lazismu PP Muhammadiyah]