MENJANGKAU KECERDASAN BATIN AMIL BERKEMAJUAN
JAKARTA -- Merujuk akar historis Risalah Islam Berkemajuan, pada tahun 1912 dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah ada landasan dasar (sibghoh) yang jika mencelupkan cara pandang kita ke dalam makna terdalam Islam berkemajuan, bahwa sejak awal Muhammadiyah dalam gerakan dakwahnya bercorak progresif. Korelasinya dalam gerakan filantropi di Lazismu, menurut Bachtiar Dwi Kurniawan selaku Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammadiyah selalu mengedepankan aksi sebagai jawaban atas solusi masyarakat pada waktu itu. Demikian disampaikan dalam Pengajian dan Halal Bi Halal Lazismu di Aula Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah Jakarta (29/04).
Dengan mengedepankan aksi, diharapkan basis akar rumput jamaah Muhammadiyah dimensi ajaran Islamnya dapat diperkuat sehingga menyentuh akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah, jelas Bachtiar di depan para amil Lazismu Nasional yang juga hadir melalui media daring. Dalam penjelasannya, Lazismu punya tanggung jawab untuk memperkuat dakwah akar rumput. “Karena itu, Lazismu harus bersinergi dengan majelis dan lembaga yang di dalamnya ada basis-basis komunitas akar rumput, dan perluasan basis akar rumput ini yang jadi prioritas dakwah Muhammadiyah, sejalan dengan amanah Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo,” tegasnya.
Sejauh kolaborasi itu, Muhammadiyah memiliki amal usaha unggulan yang biasa disebut sebagai gerakan amal par excellent. Melalui kantong-kantong amal usaha unggulan, sambung Bachtiar, maka Lazismu dalam kerangka ini punya tugas memajukan. “Di satu sisi keberadaannya sebagai lembaga amil zakat nasional yang sah menghimpun dan menyalurkan berdasarkan undang-undang zakat, di satu sisi sebagai unsur pembantu Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” jelasnya.
Kecerdasan Batin Amil
Risalah Islam Berkemajuan kandungannya tidak hanya menyentuh aspek akidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawiyah. Di dalamnya secara praksis, perlu mengedepankan cara berpikir dan bersikap tengah-moderat. Supaya relevansinya dapat dijelaskan (bayani) dan dibuktikan (burhani) maka Lazismu sebagai bagian dari Brand Image Muhammadiyah turut pula mewujudkan dakwah pencerahan. “Dakwah pencerahan yang berupaya mengedepankan spirit pembebasan, pemberdayaan dan pemajuan, yang dulu dilakukan melalui aspek pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
Tidak semua persoalan umat dapat dijelaskan secara tekstual melalui pendekatan bayani dan burhani. Persoalan umat juga bisa dijawab dengan argumentasi irfani. Maksudnya menurut Bachtiar adalah kecerdasan batin. Nah, amil secara kapasitas perlu memiliki kecerdasan batin atau olah rasa sehingga bisa menjiwai dalam setiap penghimpunan dan pendistribusian program-programnya.
Contohnya sudah jelas saat pandemi Covid-19 yang lalu, beber Bachtiar. Ijtihad Muhammadiyah dipraktikkan untuk menjawab persoalan umat yang tak mampu berbuat banyak. Misalnya bagaimana penyaluran daging qurban dikonversi menjadi jenis bantuan tertentu karena sifatnya yang darurat.
Sebagai Islam tengahan yang berkemajuan (al-Islam At-Taqaddumi), Bachtiar menegaskan agar amil memegang teguh karena spirit Islam Wasyatiyah secara eksplisit ada dalam redaksi Al-Qur’an. Untuk menjadi umat tengahan terbaik, kecerdasan batin setidaknya dapat dijangkau untuk melengkapi kapasitas wawasan amil yang sudah ada. Dimensi ini juga untuk menyeimbangkan aspek duniawi (esoterik) dan aspek ukhrowi (eksoterik) yang pada gilirannya amil dapat bersikap adil dan proporsional.
Amil dalam martabatnya juga perlu menjauhkan sikap emosional. Jika kontrol emosionalnya tidak bisa dikelola maka tidak akan bermakna semangat berislamnya, karena tidak mengedepankan akal sehat. Sebagai penutup, lanjut Bachtiar ada pengkhidmatan yang harus ada dalam diri dan jiwa amil Lazismu. “Pertama pengkhidmatan keumatan, kedua pengkhidmatan kebangsaan, ketiga pengkhidmatan kemanusiaan, dan keempat pengkhidmatan global,” tandasnya.
Pengkhidmatan yang pertama bagi amil tentang nilai penting kualitas umat dan persaudaraan muslim. Pengkhidmatan yang kedua, nilai pentingnya adalah menyentuh aspek ekonomi, demokrasi, dan hukum. Pengkhidmatan ketiga, tentang nilai strategis pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya. Serta yang terakhir, lanjut Bachtiar, pengkhidmatan global yang nilai luhurnya adalah keadilan, pelestarian lingkungan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan perdamaian.
Dalam penutupnya, Bachtiar menggarisbawahi akan pentingnya pengetahuan tentang Risalah Islam Berkemajuan. Lazismu dapat menerapkannya di banyak aspek, tidak harus dalam bentuk pengajian tapi dalam aksi-aksi filantropi. Pengajian hanya sarana wujud ikhtiar saling menasehati dan koreksi diri.
Tidak harus tema baru, tema lama bisa menjadi sesuatu yang menarik jika dikemas untuk peningkatan wawasan dan pengetahuan, karena harus kita akui manusia adalah tempat salah dan lupa. "Maka sekali lagi amil perlu menjangkau kecerdasan batin dan pengetahuan untuk memperluas cara pandang dan bersikap," imbuh Bachtiar di sesi penutup halal bi halal.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Nazhori Author]