Pemberdayaan Mualaf, Toleransi, dan Kepedulian Terhadap Minoritas
Ditulis oleh berita
Ditulis pada 09:32, 07/01/2022
Sejak pukul delapan pagi, delapan pria paruh baya berjalan kaki menuju perkampungan yang terletak di atas Pegunungan Meratus. Mereka berasal dari bawah, pusat Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Awalnya, delapan pria tersebut membawa mobil pik up. Namun, semakin ke atas, tidak ada jalan bagi mobil.
Mereka terpaksa harus berjalan kaki di jalan setapak dari kaki Gunung Meratus. Jalan yang mereka lalui adalah jalan dari tanah yang belum di aspal, dengan bayang-bayang jurang di kanan dan kirinya.
Mereka kemudian sampai di perkampungan pada pukul satu siang. Sampai di atas, rombongan tersebut disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat suku Dayak yang meninggali Pegunungan Meratus. Mereka diarak ramai-ramai oleh seluruh masyarakat lokal.
Rombongan tersebut adalah tim Lazismu Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan yang akan melaksanakan hari raya Iduladha pertama kali dalam sejarah di Pegunungan Meratus. Di pegunungan tersebut, masyarakat muslim tak lebih dari 30 jiwa. Dari 30 jiwa tersebut, 95% adalah mualaf.
Rupanya, hari raya Iduladha tahun 2021 di Pegunungan Meratus tidak hanya milik mualaf-mualaf tersebut. Hari raya tersebut adalah milik suku Dayak di Pegunungan Meratus, baik yang beragama Islam, Kristen, atau agama kepercayaan Kaharingan. Mereka semua turut merasakan daging sapi yang dibagikan oleh Lazismu.
Sebelum makan bersama-sama, Lazismu Hulu Sungai Selatan menyerahkan bantuan daging sapi kepada kepala suku yang beragama Kristen. Masyarakat adat Dayak di Pegunungan Meratus memang sudah terbiasa dengan kehidupan toleransi yang otentik. Mereka biasa tinggal satu atap dan berhubungan darah dengan orang yang beda agama. Tak jamak, dalam satu keluarga terdapat tiga pemeluk agama yang berbeda.
***
Sejak awal tahun 2021, Lazismu Hulu Sungai Selatan mulai membangun komunikasi dengan masyarakat Meratus yang mualaf. Dari hasil obrolan yang mereka lakukan, Lazismu sepakat untuk membangunkan sebuah masjid di tengah-tengah masyarakat mualaf tersebut.
Seiring berjalannya waktu, Lazismu tidak hanya membangunkan masjid, namun juga menyediakan dai sekaligus rumah dai di tengah-tengah masyarakat Meratus. Kini, masjid tersebut telah digunakan sebagai pusat ibadah masyarakat muslim Meratus.
Hingga kini, setiap satu atau dua minggu sekali, tim Lazismu, dari pusat Kabupaten Hulu Sungai Selatan di bawah, naik ke atas untuk melakukan komunikasi dan koordinasi perihal kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan, sekaligus menanyakan kaebutuhan-kebutuhan mualaf yang ada di atas, yang hidup sebagai minoritas.
Program pendampingan mualaf di Pegunungan Meratus sebelumnya pernah dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Program tersebut terus dibenahi, dievaluasi, dan ditingkatkan oleh Lazismu. Ke depan, Lazismu Hulu Sungai Selatan berkomitmen untuk menjalankan lima pilar Lazismu yang lain di Pegunungan Meratus, yaitu pilar pendidikan, ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan kemanusiaan.
Masyarakat Meratus yang berprofesi sebagai petani tersebut, terutama yang mualaf, akan terus diperhatikan kesejahteraannya oleh Lazismu. Berkat kegigihan tim Lazismu Hulu Sungai Selatan tersebut, pada akhir tahun 2021 silam, mereka diganjar dengan penghargaan Lazismu Award untuk kategori program sosial dakwah terbaik.
Ketua Badan Pengurus Lazismu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dr. Didi Kurniadi menyebut bahwa penghargaan tersebut sejatinya adalah tantangan baginya. Dengan penghargaan tersebut, Lazismu Hulu Sungai Selatan harus membuktikan bahwa mereka mampu menjalankan program tersebut dengan baik.
Ke depan, menurut dr. Didi, Lazismu Hulu Sungai Selatan justru menghadapi perjuangan yang lebih berat. Program pendampingan mualaf baru berjalan satu tahun. Sehingga, ke depan, pihaknya perlu membuktikan bahwa mereka mampu melaksanakan program secara konsisten.
"Kita baru membangun masjid. Setelah membangun masjid justru tantangannya lebih berat karena harus menjaganya. Masyarakat awam yang belum bisa baca tulis apalagi baca Alquran itu harus kami berikan pendidikan. Ditambah dengan medan yang sulit dan jauh yang tentu akan menguras semangat," ujar dr. Didi.
(Yusuf)
Mereka terpaksa harus berjalan kaki di jalan setapak dari kaki Gunung Meratus. Jalan yang mereka lalui adalah jalan dari tanah yang belum di aspal, dengan bayang-bayang jurang di kanan dan kirinya.
Mereka kemudian sampai di perkampungan pada pukul satu siang. Sampai di atas, rombongan tersebut disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat suku Dayak yang meninggali Pegunungan Meratus. Mereka diarak ramai-ramai oleh seluruh masyarakat lokal.
Rombongan tersebut adalah tim Lazismu Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan yang akan melaksanakan hari raya Iduladha pertama kali dalam sejarah di Pegunungan Meratus. Di pegunungan tersebut, masyarakat muslim tak lebih dari 30 jiwa. Dari 30 jiwa tersebut, 95% adalah mualaf.
Rupanya, hari raya Iduladha tahun 2021 di Pegunungan Meratus tidak hanya milik mualaf-mualaf tersebut. Hari raya tersebut adalah milik suku Dayak di Pegunungan Meratus, baik yang beragama Islam, Kristen, atau agama kepercayaan Kaharingan. Mereka semua turut merasakan daging sapi yang dibagikan oleh Lazismu.
Sebelum makan bersama-sama, Lazismu Hulu Sungai Selatan menyerahkan bantuan daging sapi kepada kepala suku yang beragama Kristen. Masyarakat adat Dayak di Pegunungan Meratus memang sudah terbiasa dengan kehidupan toleransi yang otentik. Mereka biasa tinggal satu atap dan berhubungan darah dengan orang yang beda agama. Tak jamak, dalam satu keluarga terdapat tiga pemeluk agama yang berbeda.
***
Sejak awal tahun 2021, Lazismu Hulu Sungai Selatan mulai membangun komunikasi dengan masyarakat Meratus yang mualaf. Dari hasil obrolan yang mereka lakukan, Lazismu sepakat untuk membangunkan sebuah masjid di tengah-tengah masyarakat mualaf tersebut.
Seiring berjalannya waktu, Lazismu tidak hanya membangunkan masjid, namun juga menyediakan dai sekaligus rumah dai di tengah-tengah masyarakat Meratus. Kini, masjid tersebut telah digunakan sebagai pusat ibadah masyarakat muslim Meratus.
Hingga kini, setiap satu atau dua minggu sekali, tim Lazismu, dari pusat Kabupaten Hulu Sungai Selatan di bawah, naik ke atas untuk melakukan komunikasi dan koordinasi perihal kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan, sekaligus menanyakan kaebutuhan-kebutuhan mualaf yang ada di atas, yang hidup sebagai minoritas.
Program pendampingan mualaf di Pegunungan Meratus sebelumnya pernah dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Program tersebut terus dibenahi, dievaluasi, dan ditingkatkan oleh Lazismu. Ke depan, Lazismu Hulu Sungai Selatan berkomitmen untuk menjalankan lima pilar Lazismu yang lain di Pegunungan Meratus, yaitu pilar pendidikan, ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan kemanusiaan.
Masyarakat Meratus yang berprofesi sebagai petani tersebut, terutama yang mualaf, akan terus diperhatikan kesejahteraannya oleh Lazismu. Berkat kegigihan tim Lazismu Hulu Sungai Selatan tersebut, pada akhir tahun 2021 silam, mereka diganjar dengan penghargaan Lazismu Award untuk kategori program sosial dakwah terbaik.
Ketua Badan Pengurus Lazismu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dr. Didi Kurniadi menyebut bahwa penghargaan tersebut sejatinya adalah tantangan baginya. Dengan penghargaan tersebut, Lazismu Hulu Sungai Selatan harus membuktikan bahwa mereka mampu menjalankan program tersebut dengan baik.
Ke depan, menurut dr. Didi, Lazismu Hulu Sungai Selatan justru menghadapi perjuangan yang lebih berat. Program pendampingan mualaf baru berjalan satu tahun. Sehingga, ke depan, pihaknya perlu membuktikan bahwa mereka mampu melaksanakan program secara konsisten.
"Kita baru membangun masjid. Setelah membangun masjid justru tantangannya lebih berat karena harus menjaganya. Masyarakat awam yang belum bisa baca tulis apalagi baca Alquran itu harus kami berikan pendidikan. Ditambah dengan medan yang sulit dan jauh yang tentu akan menguras semangat," ujar dr. Didi.
(Yusuf)