Palu
– LAZISMU. Pemberdayaan petani bagian dari gerakan Al-Maun yang diinisiasi
Muhammadiyah. Dalam usaha penguatan kapasitas petani, pengenalan produk
pertanian yang bernilai ekonomi tinggi merupakan sebagian dari pendekatan
Muhammadiyah dalam mengedukasi agar para petani dapat melakukan inovasi.
Suatu
lahan pertanian perlu difasilitasi dengan sarana pengairan yang memadai. Selain
sebagai sumber penghidupan lahan pertanian, sumber air juga menghidupkan
keberlangsungan masa tanam dan masa mengetam bagi petani. Langkah ini ditempuh
Majelis Pembedayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dengan menginisiasi
gerakan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam).
Jatam
dideklarasikan dengan memfasilitasi petani dengan penggalian lima sumur
artesis. Sumur artesis langsung diresmikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Haedar Nashir di Sigi, Palu, Sulawesi Tengah (31/8/2019). Disaksikan para
petani yang tergabung dalam Jatam, Haedar mengatakan, PP Muhammadiyah
menghargai upaya yang dirintis MPM yang merambah Sulteng untuk Jatam pertama di
luar pulau Jawa.
Buah
kerjasama MPM dan Lazismu selama ini senafas dengan gerakan Al-Maun
Muhammadiyah, kata Haedar. Selain ada MDMC yang mengurus bidang kebencanaan,
keberadaan MPM di beberapa tempat di kawasan tertinggal, terluar dan terpencil
(3T) turut membuktikan kiprahnya.
MPM
telah mengupayakan peningkatan usaha tani mulai dari produksi dan pasca usaha
tani. "Nikmat Allah tidak bisa dihitung. Betapa diberi nikmat Allah SWT
sedemikian rupa, alam dan kekayaan yang besar. Indonesia sangat kaya, bagaimana
memanfaatkan anugerah itu secara berkemajuan," sambung Haedar.
Haedar
berharap Jatam Sulteng harus menjadi petani berkemajuan. Menurut Haedar,
kelemahan pertanian kita jika sering didiamkan tidak akan mengalami kemajuan.
Banyak produk yang bisa diproduksi tetapi masih impor. Bangsa penjajah datang
ke Indonesia salah satunya memperebutkan kawasan yang kaya produk pertanian dan
perkebunan.
"Di
Donggala ini menghasilkan Kopra. Petani bukan jamaah yang malas. Jika pertanian
tidak maju, yang disalahkan petani kita malas. Padahal bukan. Banyak yang
menyebutkan penelitian, petani kita gigih dan pekerja keras. Memiliki sifat
komunal, perasaan jiwa bersama. Dan tidak kenal lelah. Kelemahan kita mungkin
di sektor teknologi," terang Haedar.
Maka
Jatam, lanjut dia, Muhammadiyah perlu melakukan inovasi teknologi untuk
meningkatkan produk pertanian. Sektor teknologi harus kuat. Di samping SDM juga
perlu ditingkatkan. Petani harus punya jiwa mandiri. Percaya yang dilakukan dan tidak meminta
bantuan ke orang lain, tetapi terbuka untuk bekerja sama.
Dia
menjelaskan watak seorang petani di antaranya sabar, tekun, tidak kenal lelah,
telaten, dan mandiri. "Banyak jalan
menggerakkan persyarikatan, salah satunya lewat Jatam,” tutupnya.
(muhamamdiyah.or.id/na)