Meninggalkan keluarga ke luar negeri untuk bekerja merupakan ujian berat. Selain menyisakan persoalan saat pergi, setelah kembali pulang pun mereka dihadapi masalah. Masalahnya adalah bagaimana penghasilan yang diperolehnya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi yang produktif.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal, Union Migrant Indonesia (UNIMIG) Fathurrahman, di kantor Lazismu, Menteng, Jakarta (21/12/2017) kepada Edi Suryanto selaku Direktur Korporat Lazismu yang didampingi Adi Rosadi, Abi Al-Farabi dan Muhammad Furqon.
Menurutnya, masih ada TKI yang tidak memiliki informasi soal literasi keuangan setelah sampai di Indonesia. “Uang hasil kerja kerasnya, digunakan untuk membeli sesuatu yang sifatnya konsumtif. Ketika sudah tak memiliki uang, mereka pergi lagi ke luar negeri sebagai buruh migran,” ungkapnya.
Merespon situasi itu, Unimig menyampaikan kepada Lazismu bahwa langkah yang harus dilakukan adalah mengedukasi mereka. Tujuannya agar mereka mandiri dan berdaya setelah sukses membawa penghasilan selama bekerja. “Sehingga gaya hidup hedonis, jerat hutang dan penipuan investasi bodong bisa dihindarkan,” paparnya.
Kepada Lazismu, Fathurrahman mengungkapkan edukasi ini bisa dilakukan bersama Lazismu, misalnya melalui corong program “temanmigran” sebagai solusinya. Mengenalkan literasi keuangan (financial check-up) sebagai tahap awalnya. Selanjutnya bisa dengan model filantropi (zakat, infak dan sedekah), crowd funding, dan jaringan ekonomi pemberdayaan, kata Fathur.
Menanggapi gagasan tersebut, Al-Farabi mengatakan Lazismu menyambut baik konsep program Unimig. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam konteks zakat harus digali posisinya sebagai asnaf. Sehingga program ini bisa terungkap maknanya. Dengan demikian, “Ada tolok-ukur yang bisa dijadikan sandaran sebagai program pemberdayaan zakat yang produktif,” pungkasnya.
Dalam catatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), TKI yang bekerja di luar negeri ada di sektor formal dan informal, jumlahnya mencapai 6,5 juta orang dan tersebar di berbagai negara. Di lihat dari latar belakang pendidikan para TKI yang bekerja di luar negeri masih didominasi lulusan SD-SMP dengan besaran persentase mencapai 65%.
Dalam laman resmi online BNP2TKI disebutkan, pendidikan TKI selebihnya beragam mulai dari tingkat SLTA hingga perguruan tinggi. Dari sisi gender, Tenaga kerja dari Indonesia mayoritas perempuan yaitu sebanyak 93.641 perempuan dimana presentase ini jauh lebih banyak daripada laki-laki yang hanya berjumlah 54.644 orang (27/9/2017). (na)