

JAKARTA -- Berlangsung secara daring pada Selasa (30/04), Lazismu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengadakan kegiatan sosialisasi hasil kajian untuk mendiskusikan kinerja pengelolaan dana ZISKA (zakat, infak, sedekah, dan sosial keagamaan lainnya) Lazismu, dampak zakat, dan strategi optimalisasi lembaga zakat dalam mengelola zakatnya. Acara bertajuk "Mengupas Hasil Indeks Zakat Nasional & Kaji Dampak Zakat Lazismu" ini menghadirkan Sita Rahmi BS selaku Manajer R&D Lazismu PP Muhammadiyah dan Direktur Kajian dan Pengembangan ZIS DSKL BAZNAS RI, Muhammad Hasbi Zaenal.
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Lazismu PP Muhammadiyah, Ardhi Lutfi Kautsar dalam sambutannya menyebutkan, kedua instrumen tersebut sangat penting bagi lembaga zakat. Indeks Zakat Nasional (IZN) adalah untuk menilai kinerja suatu lembaga zakat. Kaji Dampak Zakat (KDZ) menyasar pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan di lembaga zakat bisa dinilai dampaknya terhadap lembaga zakat.
"Bapak dan ibu di wilayah dan daerah sudah menjalankan pendistribusian. Melalui kaji dampak ini kita dapat mengetahui kerja-kerja yang sudah kita lakukan, apakah sudah sesuai, apakah sudah memiliki dampak terhadap penerima manfaat. Tidak hanya pendistribusian secara langsung, tetapi juga pendayagunaan yang kita laksanakan ini berdampak," terang Ardhi.
Dalam paparannya, Manajer R&D Lazismu PP Muhammadiyah, Sita Rahmi BS menekankan bahwa kajian ini menjadi penting mengingat IZN merupakan indikator yang digunakan untuk melihat kinerja pengelolaan zakat di Indonesia. Penghitungan IZN dilakukan secara periodik (1 tahun sekali) dan secara berjenjang baik di level nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Basis data pengambilan kebijakan pengelolaan zakat nasional oleh pemerintah.
"Dengan mengetahui nilai IZN, LAZISMU dapat mengevaluasi kinerja lembaga secara berkala berbasiskan data empirik yang bisa dibandingkan dengan lembaga zakat lain secara nasional," ujar Sita.
Sementara terkait KDZ, hal ini merupakan kajian yang menggambarkan perubahan yang terjadi pada para penerima manfaat berdasarkan Indeks Kesejahteraan Baznas dan
Indikator Kemiskinan. Dengan mengetahui dampak zakat yang disalurkan, lanjut Sita, Lazismu dapat mengevaluasi efektivitas pendistribusian serta pendayagunaan zakat serta melihat kontribusi lembaga pada pengentasan kemiskinan.
"Instrumen IZN dan KDZ dapat digunakan oleh amil wilayah daerah sebagai referensi alat ukur untuk mengetahui kinerja lembaga dan dampak program tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kantor," sambung Sita.
Hasil dari penelitian ini pun memberikan rekomendasi sebagai berikut. Pertama, bagian pendistribusian dan pendayagunaan zakat perlu secara spesifik mempertajam sasaran penyaluran dana ZISKA, apakah target utamanya mengentaskan penerima manfaat dari garis kemiskinan, atau menjadikan mustahik memiliki pendapatan mencapai had kifayah, atau mengubah mustahik menjadi muzaki atau hanya sekedar menyalurkan bantuan karitatif. Target tersebut harus tertuang jelas di setiap program.
Kedua, bagian pendistribusian dan pendayagunaan juga perlu mengadopsi kuesioner KDZ dalam implementasi program untuk dijadikan form assessement dan evaluasi program pemberdayaan agar lebih terukur. Aspek yang diambil dapat disesuaikan kebutuhan tiap program. Terakhir, bagian kelembagaan dapat mengadopsi kuesioner IZN untuk disosialisasikan kepada kantor Lazismu tingkat wilayah maupun daerah bahwa beberapa aspek tata kelola dalam IZN perlu menjadi indicator yang digunakan untuk memonitor kualitas kerja lembaga zakat.
Direktur Kajian dan Pengembangan ZIS DSKL BAZNAS RI, Muhammad Hasbi Zaenal memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian. Secara umum, tata kelola yang mencakup perencanaan, pengendalian, pengumpulan, operasi, penyaluran, keberlanjutan Lembaga Zakat, pelaporan dan implementasi teknologi di Lazismu berada pada kategori Cukup Baik. Dampak pengelolaan zakat terhadap mustahik yang dilakukan oleh Lazismu masih perlu ditingkatkan karena nilainya masih masuk pada kategori Cukup Baik. Secara umum, pengelolaan zakat di lazismu masuk pada kategori Stabil.
Lebih jauh, Hasbi menekankan pentingnya sosialisasi ini. Ia pun menyarankan agar ada tim khusus dalam Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang fokus untuk melihat bagaimana perkembangan mustahik, terutama pada program-program pendayagunaan. "Ini penting sekali untuk kita ikuti. Harus ada tim khusus dalam LAZ yang fokus untuk melihat bagaimana perkembangan mustahik, terutama pada program-program pendayagunaan. Kadang-kadang di lembaga zakat terlalu fokus pada area penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Tapi kita terlewat dalam pemantauan mustahik kita di sana," tutupnya.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]

JAKARTA -- Merujuk akar historis Risalah Islam Berkemajuan, pada tahun 1912 dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah ada landasan dasar (sibghoh) yang jika mencelupkan cara pandang kita ke dalam makna terdalam Islam berkemajuan, bahwa sejak awal Muhammadiyah dalam gerakan dakwahnya bercorak progresif. Korelasinya dalam gerakan filantropi di Lazismu, menurut Bachtiar Dwi Kurniawan selaku Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammadiyah selalu mengedepankan aksi sebagai jawaban atas solusi masyarakat pada waktu itu. Demikian disampaikan dalam Pengajian dan Halal Bi Halal Lazismu di Aula Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah Jakarta (29/04).
Dengan mengedepankan aksi, diharapkan basis akar rumput jamaah Muhammadiyah dimensi ajaran Islamnya dapat diperkuat sehingga menyentuh akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah, jelas Bachtiar di depan para amil Lazismu Nasional yang juga hadir melalui media daring. Dalam penjelasannya, Lazismu punya tanggung jawab untuk memperkuat dakwah akar rumput. “Karena itu, Lazismu harus bersinergi dengan majelis dan lembaga yang di dalamnya ada basis-basis komunitas akar rumput, dan perluasan basis akar rumput ini yang jadi prioritas dakwah Muhammadiyah, sejalan dengan amanah Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo,” tegasnya.
Sejauh kolaborasi itu, Muhammadiyah memiliki amal usaha unggulan yang biasa disebut sebagai gerakan amal par excellent. Melalui kantong-kantong amal usaha unggulan, sambung Bachtiar, maka Lazismu dalam kerangka ini punya tugas memajukan. “Di satu sisi keberadaannya sebagai lembaga amil zakat nasional yang sah menghimpun dan menyalurkan berdasarkan undang-undang zakat, di satu sisi sebagai unsur pembantu Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” jelasnya.
Kecerdasan Batin Amil
Risalah Islam Berkemajuan kandungannya tidak hanya menyentuh aspek akidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawiyah. Di dalamnya secara praksis, perlu mengedepankan cara berpikir dan bersikap tengah-moderat. Supaya relevansinya dapat dijelaskan (bayani) dan dibuktikan (burhani) maka Lazismu sebagai bagian dari Brand Image Muhammadiyah turut pula mewujudkan dakwah pencerahan. “Dakwah pencerahan yang berupaya mengedepankan spirit pembebasan, pemberdayaan dan pemajuan, yang dulu dilakukan melalui aspek pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
Tidak semua persoalan umat dapat dijelaskan secara tekstual melalui pendekatan bayani dan burhani. Persoalan umat juga bisa dijawab dengan argumentasi irfani. Maksudnya menurut Bachtiar adalah kecerdasan batin. Nah, amil secara kapasitas perlu memiliki kecerdasan batin atau olah rasa sehingga bisa menjiwai dalam setiap penghimpunan dan pendistribusian program-programnya.
Contohnya sudah jelas saat pandemi Covid-19 yang lalu, beber Bachtiar. Ijtihad Muhammadiyah dipraktikkan untuk menjawab persoalan umat yang tak mampu berbuat banyak. Misalnya bagaimana penyaluran daging qurban dikonversi menjadi jenis bantuan tertentu karena sifatnya yang darurat.
Sebagai Islam tengahan yang berkemajuan (al-Islam At-Taqaddumi), Bachtiar menegaskan agar amil memegang teguh karena spirit Islam Wasyatiyah secara eksplisit ada dalam redaksi Al-Qur’an. Untuk menjadi umat tengahan terbaik, kecerdasan batin setidaknya dapat dijangkau untuk melengkapi kapasitas wawasan amil yang sudah ada. Dimensi ini juga untuk menyeimbangkan aspek duniawi (esoterik) dan aspek ukhrowi (eksoterik) yang pada gilirannya amil dapat bersikap adil dan proporsional.
Amil dalam martabatnya juga perlu menjauhkan sikap emosional. Jika kontrol emosionalnya tidak bisa dikelola maka tidak akan bermakna semangat berislamnya, karena tidak mengedepankan akal sehat. Sebagai penutup, lanjut Bachtiar ada pengkhidmatan yang harus ada dalam diri dan jiwa amil Lazismu. “Pertama pengkhidmatan keumatan, kedua pengkhidmatan kebangsaan, ketiga pengkhidmatan kemanusiaan, dan keempat pengkhidmatan global,” tandasnya.
Pengkhidmatan yang pertama bagi amil tentang nilai penting kualitas umat dan persaudaraan muslim. Pengkhidmatan yang kedua, nilai pentingnya adalah menyentuh aspek ekonomi, demokrasi, dan hukum. Pengkhidmatan ketiga, tentang nilai strategis pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya. Serta yang terakhir, lanjut Bachtiar, pengkhidmatan global yang nilai luhurnya adalah keadilan, pelestarian lingkungan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan perdamaian.
Dalam penutupnya, Bachtiar menggarisbawahi akan pentingnya pengetahuan tentang Risalah Islam Berkemajuan. Lazismu dapat menerapkannya di banyak aspek, tidak harus dalam bentuk pengajian tapi dalam aksi-aksi filantropi. Pengajian hanya sarana wujud ikhtiar saling menasehati dan koreksi diri.
Tidak harus tema baru, tema lama bisa menjadi sesuatu yang menarik jika dikemas untuk peningkatan wawasan dan pengetahuan, karena harus kita akui manusia adalah tempat salah dan lupa. "Maka sekali lagi amil perlu menjangkau kecerdasan batin dan pengetahuan untuk memperluas cara pandang dan bersikap," imbuh Bachtiar di sesi penutup halal bi halal.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Nazhori Author]

JAKARTA -- Dalam suasana bulan Syawal 1445 H, Lazismu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Pengajian dan Halal Bihalal. Kegiatan ini diikuti oleh Lazismu Nasional yang berlangsung secara daring dan luring di Aula Masjid At Tanwir PP Muhammadiyah pada Senin (29/04). Tema yang diusung adalah Islam Wasathiyah untuk Penguatan Risalah Islam Berkemajuan.
Acara ini dihadiri oleh Sekretaris PP Muhammadiyah Izzul Muslimin, Ketua Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah Ahmad Imam Mujadid Rais, serta Ketua Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan. Bertindak sebagai moderator adalah Direktur Utama Lazismu PP Muhammadiyah, Ibnu Tsani.
Saat mengawali kegiatan ini, Ketua Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah, Ahmad Imam Mujadid Rais menyebutkan, salah satu indikator Islam Wasathiyah yaitu tampil ke depan sebagai gerakan dakwah. Untuk itu dibutuhkan inovasi agar dapat tampil ke depan guna menyelesaikan persoalan umat.
Selain itu, lanjut Rais, masih ada indikator lain yaitu dalam aspek dampak dan manfaatnya yang dihasilkan melalui program pendistribusian yang dijalankan oleh Lazismu. Saat ini, Lazismu memiliki satu divisi baru yang erat kaitannya dalam gerakan inovasi, yaitu divisi inovasi sosial yang menjadi bagian dari spirit Risalah Islam Berkemajuan.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Izzul Muslimin mengingatkan, dalam perkembangannya, Muhammadiyah tidak hanya dikenal sebagai gerakan keagamaan, tetapi juga sebagai gerakan filantropi. Masyarakat pun menyalurkan sebagian rezekinya melalui Muhammadiyah.
"Sejak berdiri menginisiasi gerakan filantropi dan sebagai pelopor dalam gerakan zakat," ujar Izzul.
Muhammadiyah, tambah Izzul, bergerak menyantuni masyarakat dhuafa dalam bidang pendidikan. Ketika Undang-Undang Zakat hadir di Indonesia, Lazismu pun melembaga secara resmi. Keberadaan Lazismu dapat menjalin kerja sama dengan seluruh elemen persyarikatan dalam rangka mengoptimalkan penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah yang dikelolanya.
"Sehingga bisa lebih terkoordinasi dan pertanggungjawaban kepada muzakki lebih terjaga akuntabilitasnya. Keberadaannya membantu dakwah Muhammadiyah yang terpercaya," tegas Izzul.
Diakui, ada keistimewaan yang melekat pada diri Lazismu secara kelembagaan. Satu sisi sebagai lembaga zakat, di sisi lain sebagai unsur pembantu pimpinan Muhammadiyah. Gerakan Lazismu yang dulu terbatas sekarang semua berinisiatif untuk melakukannya, seperti penggalangan dan pendistribusian.
"Maka perlu peningkatan tata kelola Lazismu secara profesional dan memperkuat konsolidasi Lazismu secara nasional," simpul Izzul.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Nazhori Author]

KABUPATEN SIDOARJO -- Suami Juwariyah, Ismail, telah berpulang pada masa pandemi tepatnya tahun 2020 akibat penyakit diabetes. Sebelumnya ia telah memiliki usaha yang dijalani bersama sang suami hingga hampir 15 tahun. Buka sejak pukul 6 pagi hingga 9 malam, Juwariyah bergantian berjaga di pasar untuk menjalankan usaha. Sebelum Covid-19 melanda, pembeli ramai. Semua kebutuhan keluarga dapat dipenuhi dari hasil berjualan.
"Saya merasakan berjualan semakin sepi, tidak seperti sebelum Covid. Sekarang banyak yang membeli secara online, sehingga sangat berkurang yang belanja langsung di pasar. Apalagi dulu waktu Covid pasar ini ditutup, hanya boleh buka sebentar dari jam 9 sampai jam 12 siang. Sepi, penjualan anjlok," ungkap Juwariyah.
Kini Juwariyah menjadi seorang single parent. Demi memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah, ia pun berjualan di kios Pasar Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Perhiasan yang telah dikumpulkan hasil bekerja dengan almarhum suami satu persatu dijual. Saat suaminya meninggal, keempat anaknya masih duduk di bangku sekolah. Yang pertama di SMA, kedua SMP, dan yang ketiga serta keempat di sekolah dasar.
Kepada amil Lazismu Kabupaten Sidoarjo, Yekti Pitoyo pada Jumat (26/04), Juwariyah menceritakan bahwa saat ini anak yang pertama sudah bekerja di salah satu gerai ponsel. Sementara anak kedua yang baru lulus tahun kemarin menjadi kurir di sebuah perusahaan kargo, di samping membantu Juwariyah berjualan di kios. Persoalan menjadi berat karena anaknya yang ketiga mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesantren dengan biaya yang cukup tinggi.
"Anak ketiga mondok di Mojokerto, biaya perbulan 1,2 juta. Sangat berat karena sekarang jualan juga tidak seperti ketika suami masih ada. Beberapa kali berniat memindahkan ke sekolah yang dekat, tidak mondok lagi. Ketika ditanya alasannya oleh kiai di pondok, ya karena biaya, tapi sama pihak pondok masih ditahan anak saya sudah hafidz 7 juz, sayang," terang ibu berusia 47 tahun ini.
Juwariyah berharap anaknya yang sudah bekerja bisa membantu karena perolehan kios tersebut hanya cukup untuk menopang makan sehari-hari. Ia pernah mendapat keringanan dengan hanya membayar 950 ribu rupiah setiap bulan. Namun karena sudah tiga bulan menunggak, ia tidak bisa membayar biaya sekolah anaknya tersebut karena berbarengan dengan adiknya yang masuk SMP.
"Waktu itu saya bingung kalau uang dipakai melunasi sekolah, saya tidak bisa berjualan. Kalau tidak bayar ya bagaimana, sudah amanah dari almarhum agar anak saya nomor tiga dipondokkan," ujar Juwariyah.
Masalah yang dialami Juwariyah mendapatkan titik terang. Berbekal bantuan modal usaha dari Lazismu Kabupaten Sidoarjo, ia dapat kembali berjualan. Bahkan pada Ramadhan lalu penjualannya meningkat, terutama saat sepuluh hari terakhir menjelang lebaran. Kios dengan dengan Yan Snak miliknya kemabali ramai disambangi pembeli.
"Dengan adanya bantuan modal usaha dari Lazismu Sidoarjo ini, sangat membantu saya bisa berjualan dan setiap hari saya menyisihkan uang dari penjualan 35 ribu untuk biaya di pondok," tutupnya.
Pemberdayaan UMKM menjadi ujung tombak program Pilar Ekonomi Lazismu Kabupaten Sidoarjo. Juwariyah telah merasakan manfaat dari program yang merupakan kolaborasi bersama Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta Bank Mega Syariah ini. Ia adalah salah satu penerima manfaat dalam kategori Keluarga Yatim.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Yekti Pitoyo]

JAKARTA -- Peran aktif lembaga filantropi Islam dalam merespons isu kemanusiaan di Palestina, tidak terbatas pada bantuan yang mendesak seperti makanan, pakaian, dan layanan kesehatan. Ada bantuan yang bersifat jangka panjang dan memberdayakan, salah satunya adalah bantuan pendidikan bagi warga Palestina berupa beasiswa yang dipersembahkan oleh Lazismu. Program beasiswa ini merupakan kerjasama antara BAZNAS, Lazismu, dan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang dananya diperoleh melalui donasi Ma'had Islam Rafiah Akhyar (MIRA) pimpinan Ustadz Adi Hidayat.
Untuk proses penjaringannya, menurut Mush'ab Bahrah dari Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, sama seperti bantuan beasiswa sebelumya. "Pemberian bantuan di tahun ini adalah Batch 3 yang penyeleksiannya sampai dengan penetapan penerima manfaatnya dilakukan dari bulan November 2023 sampai dengan bulan Maret 2024," jelasnya.
Pengumumannya ditayangkan di website resmi Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, sambung Bahrah. Semua persyaratannya, seperti untuk jenjang S1, S2, dan Summer Course lengkap dan dapat diakses oleh para penerima manfaat. Hanya saja, lanjut Basrah, selain berkolaborasi dengan Lazismu dalam pelaksanaanya, proses pencarian penerima manfaat juga melibatkan lembaga kemanusiaan di Turki untuk Palestina, yaitu Gazze Destek Derneği (GDD).
Untuk jumlah penerima manfaatnya, Bahrah mengatakan ada hampir seratus lebih pendaftar yang membuat akun secara online melalui link pendaftaran, namun yang terdaftar dengan data layak sebanyak 50 orang. Setelah diseleksi dengan tim penjaringan yang lolos sebanyak 34 orang sebagai penerima manfaatnya.
"Alhamdullah Maret telah ditetapkan hasilnya sebanyak 34 orang penerima beasiswa untuk 3 program tersebut. Penerima manfaat berasal dari Palestina yang berdomisili di Gaza sebanyak 16 orang, di West Bank sebanyak 16 orang, dan 2 orang di Istanbul," bebernya.
Mereka bebas memilih Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA) di Indonesia dengan program studi yang diminati. Kurang lebih ada 21 PTMA dengan 173 program untuk jenjang S1, S2, dan Summer Course. Dalam kesempatan itu, Basrah mengatakan, insyaAllah penerima manfaat akan mulai menjalani kuliah pada bulan September 2024. Ada yang akan berkuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Muhammadiyah Surakarta, sebagian dari mereka akan menyusul datang ke Indonesia seraya memastikan kondisi yang sedang terjadi di Palestina saat ini.
"Pada prinsipnya, spirit pedagogis ini untuk bisa diwujudkan dalam nilai-nilai kemanusiaan. Muhammadiyah terbuka untuk para peminat warga di seluruh dunia untuk bergabung dalam sistem pendidikan tinggi berbasis Muhammadiyah," tutur Bahrah.
Tentu saja ini juga hasil kerja sama dengan Pemerintah Palestina, terutama Kedutaan Besar Palestina di Indonesia dalam hal kerja sama di bidang hubungan internasional. Diketahui warga Palestina kehilangan semua akses kehidupannya, termasuk akses ekonomi dan pendidikan. Karena itu, kata Bahrah, Muhammadiyah melalui Lazismu secara aktif berharap nilai manfaat program pendidikan juga bisa diakses semua kalangan dari latar belakang berbeda agar bisa merasakan sistem pendidikan di Indonesia.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Nazhori Author]

JAKARTA -- Mahmoud Bolad telah tiba di Indonesia. Warga Palestina ini sedianya akan menempuh pendidikan di negeri ini, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Tujuannya adalah S2 Pendidikan Bahasa Inggris. Saat ini Mahmoud sedang menjalani Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing atau BIPA, sebuah program pembelajaran bahasa Indonesia yang diperuntukkan bagi calon mahasiswa asing yang akan menjalani pendidikan tinggi di Indonesia.
Mahmoud tidak sendiri. Ia merupakan salah satu dari 30 orang penerima manfaat Beasiswa Palestina Lazismu tahun ini. Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Lazismu PP Muhammadiyah, Ardhi Lutfi Kautsar menuturkan, tahun ini program tersebut sudah berjalan hingga Batch III. Penjaringan pun dilakukan bekerja sama dengan mitra Lazismu yang ada di Palestina yaitu Gazze Destek Derneği (GDD).
"Setelah hasil dari GDD tersebut sudah keluar, kami kemudian menindaklanjuti. Total ada 37 kandidat," sebut Ardhi.
Dari 37 kandidat tersebut, Ardhi merinci, terdiri dari 3 orang untuk menempuh jenjang pendidikan S1. Kemudian 17 orang untuk jenjang S2, dan 17 lainnya untuk mengikuti Summer Course. 7 orang di antaranya sudah menjalani proses dan telah diterima namun masih menyelesaikan pengurusan visa. Ketujuh orang tersebut mengantongi rekomendasi dari kementerian terkait. Salah satunya akan menempuh jenjang S2 di UMS setelah menyelesaikan BIPA di kampus.
"30 sisanya saat ini masih proses interview untuk penentuan final siapa saja yang dapat diterima. Mengingat setengahnya berasal dari Gaza jadi terkendala koneksi internet dan kepastian kemungkinan untuk dapat keluar dari Gaza," sambung Ardhi.
Program beasiswa ini merupakan kerjasama antara BAZNAS, Lazismu, dan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang dananya diperoleh melalui donasi Ma'had Islam Rafiah Akhyar (MIRA) pimpinan Ustadz Adi Hidayat. Mereka bebas memilih Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA) di Indonesia dengan program studi yang diminati. Kurang lebih ada 21 PTMA dengan 173 program untuk jenjang S1, S2, dan Summer Course. Ada yang akan berkuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Muhammadiyah Surakarta, sebagian dari mereka akan menyusul datang ke Indonesia seraya memastikan kondisi yang sedang terjadi di Palestina saat ini.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]

