16 MINGGU GERAKAN ZAKAT NASIONAL; MULAI DARI MUZAKKI PEREMPUAN UNTUK MUSTAHIK PEREMPUAN KORBAN (MINGGU KE-12)

Ditulis oleh Doddy
Ditulis pada 16:22, 09/11/2021
Cover 16 MINGGU GERAKAN ZAKAT NASIONAL; MULAI DARI MUZAKKI PEREMPUAN UNTUK MUSTAHIK PEREMPUAN KORBAN (MINGGU KE-12)
JAKARTA -- Zakat identik dengan delapan asnaf atau orang-orang yang berhak menerima zakat. Hal ini menjadi fokus diskusi dalam bedah buku "Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak" sejak diterbitkan beberapa waktu yang lalu. Memasuki seri ke-12 pada Jum'at (5/11), diskusi yang dilakukan secara spesifik membahas topik "Zakat untuk korban; perspektif pendampingan dan lintas iman".

Pada diskusi kali ini, Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) Jakarta bersama Lazismu bekerjasama dengan Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Sungai Penuh, Jambi. Acara ini berlangsung secara hybrid, karena diskusi ini juga menjadi pembuka bagi Musyawarah Cabang IMM Kota Sungai Penuh, Jambi yang dihadiri lebih dari 100 peserta di Aula IMM.

Beragam nara sumber dihadirkan, mulai dari lintas keilmuan, lintas generasi hingga lintas agama. Para pembicara yaitu Indra Mustika (Ketua Lazismu Kota Sungai Penuh), Nevey V. Ariani (Direktur Posbakum Aisyiyah), Budhis Utami (Wakil Direktur Institut KAPAL Perempuan), dan Saiful Anwar (Direktur Pascasarjana ITBAD Jakarta). Veni Oktaviana (Sekum PC IMM Kota Sungai Penuh Jambi) bertindak sebagai moderator.

Yulianti Muthmainnah selaku Ketua PSIPP ITBAD Jakarta dan penulis buku dalam sambutannya menjelaskan perbedaan pusat studi yang ia pimpin dengan pusat studi gender atau pusat studi perempuan pada umumnya. Sekalipun PSIPP fokus pada isu Islam, perempuan dan (ekonomi) pembangunan, tetapi juga memastikan dan mendorong fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah agar berpihak kepada perempuan. "Bila fatwa Majelis Tarjih telah berpihak, pasti terus kita publikasikan dan terus kita kampanyekan. Misalnya, pada tahun 2019 kita fokus pada isu penghapusan perkawinan anak, bagian dari sosialisasi Fikih Perlindungan Anak tahun 2018 yang disahkan oleh Majelis Tarjih dimana usia pernikahan minimal 21 tahun dan fatwa Keluarga Sakinah, 2015. Lalu tahun 2020, kita fokus kepada isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak," terangnya.

Tujuannya adalah mendorong agar Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih memiliki fatwa perlindungan terhadap korban kekerasan, utamanya kekerasan seksual. Yuli kemudian melanjutkan, "Kita membahas buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, ini juga bagian mendorong lembaga-lembaga keagamaan, lembaga-lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa, itu bisa membahas dan mengeluarkan fatwa supaya zakat bisa dialokasikan, bisa diberikan kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak."

Kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa perempuan membuat Ketum PC PC IMM Kota Sungai Penuh Jambi, Yoni Risuan dalam sambutannya berharap agar diskusi ini setidaknya bisa menyadarkan, jika belum mampu mencapai tahapan mengurangi kasus-kasus kekerasan tersebut. "Semoga dengan diskusi ini, kekerasan itu bisa berkurang, bisa dihindari, dan menemukan titik temu dari berbagai persoalan kekerasan," ujarnya.

Indra Mustika selaku Ketua Lazismu Kota Sungai Penuh dalam diskusi ini menyampaikan peran Nabi Muhammad pada masa silam yang telah memelopori dan memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, ia menilai masih banyak orang yang belum berani mengangkat tema diskusi seperti ini. Padahal di kota tempat ia tinggal terdapat kasus-kasus kekerasan yang tidak teradvokasi secara baik. "Kita juga tahu bahwa tidak banyak yang mengangkat tema yang seperti ini. Apakah kita ini belum berani. Bahkan, kita cenderung reaktif," kritik Indra. Ia melanjutkan, "Maka, bila Lazismu Pusat sudah setuju adanya alokasi zakat bagi korban, maka kami di Jambi akan setuju dan menjalankannya."

Direktur Posbakum Aisyiyah, Nevey V. Ariani memaparkan, secara konseptual zakat dan shalat merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Menurutnya, shalat menjadi sarana dan wujud hubungan antara manusia dengan Tuhan, sedangkan zakat lebih pada hubungan antar sesama manusia.

Nevey pun menekankan, korban kekerasan bisa menjadi penerima zakat karena termasuk dalam kategori riqab atau orang-orang yang teraniaya. Ia mengingatkan supaya tidak memaknai konsep riqab secara tekstual. "Riqab ini dalam konteks sekarang tidak boleh lagi dipahami secara tekstual. Ini dalam bukunya Mbak Yuli juga menarik terkait hal tersebut. Yaitu, orang-orang yang tereksploitasi secara ekonomi. Korban eksploitasi seksual dapat dikategorikan sebagai riqab yang berhak menerima zakat," ujarnya.

Sementara itu Budhis Utami yang menjabat sebagai Wakil Direktur Institut KAPAL Perempuan secara komparatif hendak menilik, apakah gereja telah melakukan gerakan yang sama dalam membantu korban kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh PSIPP dan Lazismu dengan berbagai mitranya. "Bagaimana buku ini menginspirasi saya untuk kembali melihat apakah gereja sudah melakukan seperti yang dilakukan oleh Lazismu ini dengan perjuangan banyak teman-teman di sini, termasuk perjuangan Kak Uli (sapaan akrab Budhis kepada Yuli)," ungkapnya.

Ia menilai, buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ini akan menjadi ruang dialog bagi perempuan lintas agama, lintas suku untuk bisa bekerja sama. Lebih lanjut ia juga mengatakan, buku ini tidak hanya berbicara perihal zakat untuk korban kekerasan belaka. "Buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempaun dan Anak ini tidak semata-mata bicara tentang bagaimana memberikan zakat bagi korban kekerasan, tapi juga menunjukkan bahwa Islam membela korban."

Terakhir Budhis Utami menambahkan, "Isu kemiskinan atau pemiskinan sangat kental di dalam buku ini. Jadi, sebagai orang yang sudah sekitar 15 tahun bekerja untuk isu-isu kekerasan, Kak Uli ini dengan sangat bagus dan sangat kuat menjelaskan bagaimana proses-proses pemiskinan terhadap korban kekerasan sehingga muncul sebenarnya bagaimana zakat itu diberikan juga kepada perempuan korban kekerasan."

Direktur Pascasarjana ITBAD Jakarta, Saiful Anwar menyampaikan pandangan lain terkait kesejajaran antara laki-laki dan perempuan yang terinspirasi dari surat al-Hujurat ayat 13 dan juga tertuang dalam mukadimah buku ini. "Walaupun di situ menggunakan jamak muzakkar, tidak menggunakan muannats, tapi ini bukan menjelaskan tentang superlative dalam segi bahasa, tapi menjelaskan generalisasi. Saya menganggap bahwa justru ayat ini membuka cakrawala manusia bahwa wanita bisa lebih tinggi dari pria ketika dia lebih takwa dibandingkan dengan pria," jelasnya. Ia kemudian memberikan salah satu contoh Maryam, ibunda Nabi Isa sebagai wanita yang lebih tinggi daripada pria karena ketakwaannya.

Saiful melanjutkan, fungsi zakat dalam ekonomi syariah ada dua. Pertama, sebagai bentuk interaksi sosial antara pemberi dengan penerima zakat. Kedua, sebagai instrumen distribusi kekayaan. "Dalam Al-Qur'an, itu sangat menentang terjadinya akumulasi kekayaan pada sebagian atau sekelompok orang tertentu. Yang menarik adalah nanti kalau misalnya Bu Yulianti bisa menggunakan pendekatan wakaf untuk menyelesaikan permasalahan korban kekerasan, karena fungsi wakaf ini sangat strategis dan fleksibel untuk memberikan manfaat yang tinggi," tutup Saiful.

[PR Lazismu PP Muhammadiyah]