Hilman Latief: Dalam Inovasi Sosial, Lazismu Perlu Mempertimbangkan Nilai Penting Infrastruktur Program Berkelanjutan
JAKARTA – Ketika berbicara pemberdayaan dan pengembangan program selama ini yang dianggap perlu adalah programnya. Padahal dalam aspek pemberdayaan dan pengembangan, infrastruktur merupakan bagian yang penting. Seperti fasilitas pemberdayaan antara lain kolam, air dan lain sebagainya.
Pada kondisi tertentu, dengan modal sedikit, infrastruktur ada, dan ada tempat berkumpul untuk produktivitas warga. Maka infrastruktur harus menjadi perhatian program Kampung Berkemajuan. Melalui infrastruktur eskpresi kegiatan di dalamnya bisa melengkapi suatu program, kata peneliti filantropi Islam, Hilman Latief dalam sambutannya di acara Workshop Panduan, Pelatihan LFA dan Asesmen Program Kampung Berkemajuan Inovasi Sosial Berbasis Kawasan, di Jakarta pada Kamis, 25 Juli 2024.
“Saya apresiasi workshop ini dengan program yang sejak lama dilakukan, bahwa saat ini kita perlu masuk ke satu proyek sosial secara lebih terpola, sistemik. Memang saya sedang menguji Lazismu dan majelis terkait, bisakah kita melakukan proyek berkelanjutan dan konsisten selama 2-3 tahun,” ungkap Hilman Latief yang juga Bendahara Umum PP Muhammadiyah.
Hilman mengungkapkan, pada tahun 2019, saya berkomunikasi dengan salah satu perusahaan Korea berdiskusi tentang transformasi digital. Saya ingat mungkin bulan Desember beberapa tahun lalu, bagaimana kemudian agar satu program ada literasi untuk guru, siswa ada proses pembelajaran dengan mudah namanya Enuma.
Sebagai informasi, lanjut Hilman Latief, mereka sukses menerapkan program tersebut di kawasan gurun, Afrika, karena tidak memerlukan koneksi internet. Di sana, ada proses pembelajaran Enuma yang saat itu Covid, karena lebih relevan dan memberikan kemudahan bagi bantuan guru dalam mengajar.
Mereka adalah orang terpelajar, memiliki martabat, tapi hal itu kurang bermartabat. Kenapa demikian karena sekolah tidak mendapatkan income karena banyak siswa yang kesulitan juga. Hilman mengisahkan, akan lihat dahulu kerja tim kami, kita menyumbang Rp 2 milyar. Selanjutnya kita jalankan dan Enuma dukung dari sisi teknologi.
“Kita butuh tim, dari dikdasmen kita libatkan, ambil dari yang muda lalu membuat tim dan merancang peta jalannya (roadmap), lima tahun akan berhasil atau tidak,” ungkapnya.
Maksud dari apa yang saya sampaikan, saya ingin menguji, bisakah kita, tiga tahun minimal mengerjakan satu proyek inovasi sosial selama tiga tahun. Dan bagi mereka itu suatu kesuksesan yang merupakan bagian dari kemitraan (partnership).
Selanjutnya, saya juga pamit dari Lazismu dan membuat satu platform program dari 2018. Pada kondisi ini, ingin menerjemahkan hasil muktamar dengan pemberdayaan kawasan, ada pemerataan kawasan. Bahwa ada daerah tertentu yang harus disentuh secara khusus agar masyarakat lebih hidup untuk meningkatkan berbagai aspek kehidupan.
Saya juga melihat suatu desa, dan tidak ada perubahan, dan kita lihat potensi, infrastruktur yang dibutuhkan. Kemudian saya inisiatif membuat ecovillages yang didukung dengan farm culture, yang selanjutnya kita kenalkan ke masyarakat.
Ternyata itu tidak mudah, tantangannya soal dana, di tempat yang saya kelola hampir 400 ekor kambing yang berasal dari 40 ekor di tahun 2020. “Keberlanjutan menjadi tantangan, sekaligus saya menguji teori pemberdayan sebagai peneliti filantropi,” tandasnya.
Masalah perencanaan waktu, juga perlu dipikirkan untuk berapa tahun dikerjakan program itu. Maksud saya, Lazismu bisa merancang suatu program sampai tahun 2027. Di periode 2,5 tahun, kita intensifkan dari sesuatu yang level A menjadi level C dengan model seperti ini. Lantas berapa budget yang akan diinvestasikan, karena itu Lazismu butuh ekspert yang bisa menguji untuk kampung berkemajuan ini.
Saya pikir yang menjadi poin penting akhirnya adalah bagaimana Lazismu bisa terkoneksi dengan wakaf. Agar lahan wakaf bisa diberikan perspektif baru dari Lazismu, mulai dari isu berkelanjutan, isu food friendly, sampai dengan tanaman, perikanan.
Semoga apa yang disampaikan kali ini, hemat saya, bisa memberikan pencerahan agar tanah wakaf bisa memberikan benefit untuk masyarakat sehingga tidak melulu dibangun masjid, sekolah dan lainnya. Sekali lagi, saya apresiasi langkah ini, dengan adanya tim fasilitator, bisa membuat hasil yang bermanfaat, pungkasnya.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]