RAKERDA LAZISMU DI SALATIGA KEMBALIKAN KHITTAH AL MAUN DAN TELADAN NABI

Ditulis oleh Doddy
Ditulis pada 17:44, 31/01/2024
Cover RAKERDA LAZISMU DI SALATIGA KEMBALIKAN KHITTAH AL MAUN DAN TELADAN NABI

KOTA SALATIGA -- Rapat Kerja Daerah (Rakerda) 2024 sukses diselenggarakan oleh Lazismu Kota Salatiga. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Front One Gosyen Salatiga, Sabtu (27/01) yang diikuti oleh para pengurus Lazismu yang ada di kota tersebut. Tema yang diangkat adalah "Sinergi dan Penguatan Inovasi menuju Lazismu Kota Salatiga Berkemajuan".

Prof. Dr. Sa'adi, M.Ag. mewakili Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Salatiga dalam sambutannya mendeklarasikan upaya Lazismu agar menjadi lembaga zakat terpercaya dan diakui akuntabilitasnya oleh warga persyarikatan maupun warga Kota Salatiga. Hal ini dapat dilakukan melalui teladan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

"Dalam teori modern yang diserap dari karakter nabi, akuntabel berasal dari sidiq yang berarti benar, profesional berasal dari amanah yang berarti dapat dipercaya, transparan berasal dari kata tabligh yang berarti menyampaikan dan kreatif inovatif yang berasal dari kata fatanah. Sifat-sifat yang mulia ini masih dan menjadi karakter manajeman dalam lembaga (Lazismu)," ujar Sa'adi.

Sementara itu, Ikhwanushoffa selaku Manajer Area Lazismu Wilayah Jawa Tengah dalam retorikanya saat memimpin diskusi dan "problem solving" yang terdapat di dalam internal dan eksternal Lazismu serta warga persyarikatan menyebutkan, edukasi tentang zakat penting untuk terus digalakkan oleh amil. Ia mengingatkan bahwa kajian tentang zakat harus terus digelorakan dalam berbagai kesempatan.

"Data dari Kementerian Agama, umat muslim Indonesia lebih peduli kepada ibadah ghairu mahdah (haji) daripada zakat. Edukasi (taklim) mengenai zakat jarang sekali kita temukan, kapan ada kajian tentang zakat dan di mana?" tegas Ikhwan.

Ikhwan kemudian menyinggung tentang retorika Khittah Al Maun. Ia menceritakan tentang bagaimana Kyai Ahmad Dahlan dalam mengajarkan surah Al Maun hingga 3 bulan dan keadaan ekonomi Muhammadiyah pada saat itu. "Seorang Kyai yang tersohor di Keraton Jogja mengajarkan surah Al Maun dalam waktu yang cukup lama (3 bulan), surah yang diambil dari juz 30. Tidak muluk-muluk mengambil juz yang sulit di tengah-tengah Al Qur'an, beliau menekankan hingga kepada pengamalan tidak sekedar hafal surah saja," pungkasnya.

[Kelembagaan dan Humas Lazismu PP Muhammadiyah/Dadan Hamdani]