

JAKARTA -- Lazismu Pusat dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh menandatangani perjanjian kerja sama dengan Bank Danamon Syariah dalam rangka mewujudkan gaya hidup yang syariah (halal lifestyle).
Penandatanganan ini dilaksanakan di Menara Bank Danamon, Setiabudi, Jakarta pada Selasa (9/7/2024). Penandatanganan itu dihadiri oleh Direktur Syariah dan Sustainability Finance, Herry Hykmanto, Sekretaris Badan Pengurus Lazismu Pusat, Gunawan Hidayat, Direktur Utama Lazismu Pusat, Ibnu Tsani, Direktur Penghimpunan dan Kerjasama Lazismu Pusat, Edi Muktiono serta A. Malik Musa beserta jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh.
Herry Hykmanto dalam sambutannya menyampaikan suatu kehormatan bagi Danamon Syariah melakukan nota kesepahaman ini karena melanjutkan kerja sama yang sudah terbangun dengan PP Muhammadiyah sejak tahun 2012.
"Lalu, kami melihat bahwa salah satu yang paling penting dalam kemajuan ekonomi umat ini adalah pemberdayaan Zakat, Infak dan Sedekah," tuturnya.
Herry pun menjelaskan dalam era digitalisasi saat ini, semua pihak dapat mengikuti perkembangan teknologi termasuk Bank Danamon Syariah.
"Danamon Syariah insyaallah siap untuk menjadi channel digital maupun konvensional untuk seluruh kegiatan sosial Lazismu," lanjutnya.
"Kami sudah memiliki platform untuk dimanfaatkan, dan kami komitmen tidak akan ada biaya apapun dalam transaksi serta kami akan membawa lebih banyak nasabah untuk bisa menyalurkan melalui Lazismu," ungkapnya.
Herry juga menyebutkan pihaknya komitmen untuk berkolaborasi bersama Lazismu dengan berbagai kegiatan sosial dan bisnis.
Dalam momen yang sama, Gunawan Hidayat menyampaikan kebanggaan kepada Danamon Syariah karena bisa kembali berkolaborasi dengan Lazismu.
"Selama 22 tahun Lazismu, kami akan terus menjaga amanah kepada publik, pemerintah sebagai regulasi maupun internal Muhammadiyah," pungkasnya.
"Untuk menjaga amanah tersebut, kami setiap tahun melakukan pelaksanaan audit yang dilakukan oleh Akuntan Publik, lalu dari sisi Syariah diaudit oleh Kementerian Agama serta audit internal Lembaga Pemeriksa Keuangan PP Muhammadiyah," jelasnya.
Gunawan menuturkan dengan adanya kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan yang sudah bagus dari masyarakat terhadap Lazismu di seluruh Indonesia.
Ia juga berharap dengan adanya kerja sama ini, dapat meningkatkan kualitas UMKM dan masyarakat yang dimulai dari Aceh dengan adanya dukungan dari Bank Danamon Syariah.
"Karena tujuan dari Lazismu adalah mengangkat derajat masyarakat agar dapat hidup lebih baik," tutupnya.
Sementara itu, Ketua PWM Aceh, A. Malik Musa mengatakan apa yang telah direncanakan akhirnya dapat terwujud dengan adanya penendatanganan MoU hari ini. Aceh sebagai wilayah yang pertama dimulainya kolaborasi antara Lazismu dan Danamon Syariah semoga dapat melaksanakan program yang mendorong perkembangan zakat, infak dan sedekah.
Ini bisa dimulai dengan generasi muda dengan dukungan teknologi digital. Kita berharap Lazismu dapat terus berkembang di Indonesia, tuturnya.
Selain penandatanganan perjanjian kerja sama ini, pada kesempatan itu ditampilkan juga sosialisasi salah satu produk bank Danamon Syariah sebagai sarana optimalisasi pengumpulan ZISWAF melalui aplikasi sosial banking salah satunya melalui fitur ZIS dalam aplikasi tersebut.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah/Fathin]

YOGYAKARTA – Pasca peluncuran Beasiswa Tugas Akhir, Lazismu dan Pusat Studi Muhammadiyah menggelar Talk Show (8/7/2024). Acara yang dikemas dengan diskusi pendidikan mengusung tema: “Muhammadiyah Menyongsong Indonesia Emas 2045: Ikhtiar Muhammadiyah Dalam Pemerataan Akses Pendidikan di Indonesia”
Acara Talk Show dipandu oleh Muhammad Iqbal Khatami selaku Peneliti Pusat Studi Muhammadiyah, menghadirkan narasumber yaitu Mohammad Muzzakir selaku perwakilan dari Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah dan Ibnu Tsani selaku Direktur Utama Lazismu Pusat.
Mengawali diskusi, Iqbal membuka wacana tentang peran sentral muhammadiyah dalam pendidikan. Yang didalamnya ada hilir yang perlu dikaji tentang pengayaan literasi ilmiah. Muhammadiyah dalam kiprahnya tidak perlu diragukan lagi. Amal usahanya di bidang pendidikan tersebar di seluruh Indonesia.
Belum lama ini, isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mendapat respons dari masyarakat. Sentimen negatif terhadap PTN begitu besar, tapi juga ada sentimen positif terhadap muhammadiyah yang berupaya menampilkan pendidikan dengan pendekatan inklusif. Ini tentu menarik bagaimana peran sentral dan strategis muhammadiyah, serta bagaimana positioning muhammadiyah di tengah tantangan yang dihadapi saat ini.
Fakta yang tak terbantahkan bahwa perguruan tinggi muhammadiyah (PTM) secara statistik jumlahnya lebih banyak dari perguruan tinggi negeri. Karena bicara pendidikan sebagai pembuka apa yang menjadi tilikan Muzzakir terkait tema kali ini, ungkap Iqbal melontarkan pertanyaan.
Apa yang disoroti terutama akses pendidikan, peran muhammadiyah cukup sentral. Bicara data hari ini masyarakat ketika mengakses pendidikan masih sangat rendah. “Masih jauh dari apa yang kita harapkan. Peran sentral PTM saat isu UKT bergejolak mendapat sambutan baik terutama di Indonesia timur,” jelas Iqbal. Bagaimana pandangan Anda (Muzzakir) terkait peran sentral itu dalam agenda Indonesia emas itu sendiri?
Saya pikir bicara peran sentral muhammadiyah tidak lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Dan muhammadiyah merupakan bagian dari komponen bangsa yang ikut mendirikan bangsa Indonesia. Tujuan terbentuknya bangsa ini salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencerdaskannya, maka itulah tugas negara bukan sektor swasta (private sector).
Adalah betul muhammadiyah memiliki amal usaha di bidang pendidikan yang tersebar di nusantara. Tapi tugas utama pendidikan adalah tugas negara, jadi menurut Muzzakir relasi ini harus dipandang antara masyarakat dan negara.
Sebelum muhammadiyah berdiri sudah ada proses melakukan inisiasi praktik pendidikan, tidak hanya formal, tapi informal dan non formal di mana pergerakan tokohnya bagian dari spirit pendidikan itu sendiri. Itu yang dilakukan oleh muhammadiyah, mendirikan sekolah saat itu ketika pendidikan hanya bisa diakses oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pribumi itu juga macam-macam ada bangsawan, kiyai, guru dan rakyat jelata. “Tokoh pergerakan itu dulu anak – anak priyayi dan bangsawan, Jadi tidak ada ceritanya kaum jelata kemudian jadi tokoh,” bebernya.
Nah kehadiran muhammadiyah menjembatani itu yang tidak memandang seseorang dari kelas sosial tertentu sebagai kontribusi awal di periode awalnya. Karena sejak awal sudah melakukan demokratisasi pendidikan dalam konteks historisnya, tuturnya.
Semangat muhammadiyah saat itu, mengisi ruang yang belum ada negara, negara yang masih sangat diskriminatif yaitu kolonial beanda. Barulah di era setelah kemerdekaan menjadi berperan penting dalam perkembangannya. Oleh sebab itu, kata Muzzakir, muhammadiyah sudah mengenal modernisasi birokrasi karena sejak awal sudah mengenal sekolah.
Tokoh - tokoh seperti Soekarno dan Jendral soedirman bisa melakukan mobilitas sosial karena sekolah. Konteks sekarang tentu saja berbeda dengan periode awal dan perkembangannya.
Merespons kembali penjelasan dari Muzzakir, lalu Iqbal menyintesakan gerakan muhammadiyah secara historis dengan konteks filantropi, di mana dalam setiap lini gerakan muhammadiyah sekarang ini selalu ada Lazismu. Lembaga amil zakat yang perannya tidak hanya menghimpun dan mendistribusikan tetapi sekaligus kolaborator dalam sisi elemen gerakan muhammadiyah. Apa rencana stragis Lazismu di periode sekarang di mana pendidikan menjadi prioritas, tanya Iqbal kepada Ibnu Tsani.
Ibnu Tsani menjelaskan bahwa Lazismu sebagai lembaga amil zakat ada program yang difokuskan yaitu pendidikan kendati ada program lainnya. Programnya sejalan dengan peran muhammadiyah yang juga bicara dan bergerak dalam bidang pendidikan.
Diketahui bersama pendidikan saat ini menyimpan persoalan. Persosalaan itu sulitnya akses dan kualitas pendidikan yang masih jauh dari cita-cita. “Dalam menjemput akses pendidkan solusi Lazismu adalah dengan beasiswa. Beasiswa di Lazismu ada Sang Surya, Mentari dan Beasiswa Riset. Adalah sulit memisahkan Lazismu dengan program pendidikan,” pungkasnya.
Tantangan pendidikan begitu berat, lembaga pendidikan menjamur, namun untuk bisa masuk ke perguruan tinggi biaya menjadi kendala bagi sebagian masyarakat. Lazismu tidak bisa menyelesaikan akar masalahnya apalagi muhammadiyah. Akar masalahnya ada di negara, kata Ibnu Tsani.
Lahirnya privatisasi dan liberalisasi pendidikan sekarang ini turut menjadi pemicu bagaimana akses pendidikan sulit didapat. Karena itu, Lazismu mendukung kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan yang satu paket dengan riset dalam kaitannya.
Selanjutnya dalam akses masih tersisa persoalan berikutnya yaitu sarana pendukungnya yang belum memadai. Maka Lazismu turut memberikan dukungan di bidang pendidikan dengan memberikan sarana pembelajaran berupa Edutabmu sebagai aplikasi digital untuk melengkapi proses belajar mengajar bagi guru dan peserta didik yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat di kawasan terluar, terdepan dan tertinggal.
Menurut Ibnu Tsani posisi Lazismu sebagai bagian dari elemen non-pemerintah memiliki andil bagaimana membuka akses dan kualitas pendidikan tersebut dari pendekatan filantropi. Dengan demikian kata Ibnu Tsani sejarah muhammadiyah juga tak bisa dilepaskan oleh Lazismu yang fokus pada persoalan pendidikan.
Merespons apa yang disampaikan Muzzakir, melihat situasi sekarang, Lazismu dengan 6 pilar programnya merupakan perwujudan dari gerakan muhammadiyah itu sendiri dalam kerangka filantropi.
Karena bicara muhammadiyah maka bicara pendidikan selain ada soal kesehatan, dan itu bagian dari konstruksi sosial secara soiologis seperti itu.
Kemudian visi jangka panjang apa yang Lazismu sematkan dalam gerakannya untuk mendukung visi Indonesia emas. Ibnu Tsani memaparkan bahwa, pertama Lazismu tidak bisa selesaikan akar masalahnya. Bukan tanggung jawab Lazismu dan muhammadiyah. Sekali lagi itu kata kuncinya. Perihal UKT, lanjut dia, akar masalahnya bisa ditilik dari kacamata politik ekonomi pendidikan, faktornya dipicu dari privatisasi dan liberalisasi pendidikan.
Ikhtiar Lazismu adalah memediasi dan memfasilitasi kualitas sumber daya manusia yang dikombinasikan dengan riset dan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas sarana belajar. Ekosistem ini yang dibutuhkan untuk melipatgandakan kualitas sumber daya manusia.
Tak berhenti sampai gerakan filantropi Lazismu, Iqbal kembali mendedahkan pertanyaan untuk Muzzakir, ketika muhammadiyah berkomitmen di bidang pendidikan, kemudian bagaimana peran dan caranya agar bisa adaptasi terhadap perkembangan zaman terutama dalam merespons keberadaan kampus yang sedapat mungkin relevan dengan zaman.
Merujuk sejarah Muhammadiyah, lanjut Muzzakir, pertama jika bicara PTM itu gagasannya telah ada di tahun 1920 oleh Kiyai Hisam tapi imajinasi itu sudah ada dalam gerakan muhammadiyah. Jika dianalisis lagi satu tahun berikutnya sudah berdiri sekolah Nederlandsch-Indische Artsen (NIAS) setelah itu baru muncul STOVIA. Kemudian berdirilah sekolah teknik yang Soekarno ada dalam prosesnya. Maka muncullah ITB yang berdiri tahun 1920.
Muhammadiyah belum bisa ketika itu, baru kemudian gagasan itu dibuat lagi pada tahun 1955. Saat itu sudah ada perguruan tinggi Islam. Dan kampus - kampus swasta yang secara privat dari kalangan Katolik dan Kristen. Dibandingkan dengan Islam, umat kristiani sudah lebih dulu dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia.
Barulah kemudian sekolah di muhammadiyah muncul. Tapi bukan dari atas, justeru kehadirannya ada dari bawah, dulu cabang muhammadiyah Jakarta mengawalinya kemudian diikuti cabang Solo dan Malang serta di Sumatera Utara. Yang pertama itu UMJ tahun 1950-an di era orde lama itu tidak bisa terlepas dari sejarah.
Kenapa kampus muhammadiyah sudah ada, karena spirit ideologisnya sudah ada, sebagai bagian dari dinamika organisasi dan kebutuhan masyarakat, tapi itu alami percepatan di muhammadiyah dalam majelis tingggi muhammadiyah. Di solo tahun 1965 muhammadiyah menerima asas tunggal, kemudian 1986 diinisiasi majelis diktilitbang secara organisatoris bukan hanya di Jawa tapi di seluruh Indonesia secara bertahap. Itu di era ketika majelis tinggi di muhammadiyah di bawah Jazman al-Kindi pendiri IMM melakukan lompatan pemikiran yang progresif.
Di samping tingkat pendidikan orang Indonesia yang sudah mulai berkembang, seiring itu juga kebijakan orde baru yang membuka program pendidikan seperti sekolah inpres banyak melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang secara tidak langsung menguntungkan muhammadiyah.
Baik itu dari sisi historis kata Iqbal selaku moderator. Kira-kira ke depan apa yang dilakukan Lazismu dengan aksi kolaborasinya agar bisa menyongsong pendidikan yang bisa diakses dan berkualitas, dan apa peran Lazismu di sektor itu?
Bagi Ibnu Tsani, pertama akar masalahnya harus dikunci dulu saja. Itu kan tugas negara mencerdaskan kehidupan bangsa, poin kedua adalah kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah. Aspek pemegang kebijakan jangan dihilangkan. Lazismu bagaimana pun bisa menghimpun donasi dari khalayak untuk ambil peran dalam bidang pendidikan.
Saya pikir kerangka ini bisa dilihat di mana Indonesia berdasarkan riset menjadi negara yang masyarakatnya gemar untuk berdonasi. Orang Indonesia yang suka berdonasi harus tetap dipertahankan dan difasilitasi, maka kuncinya harus ada di kepercayaan dalam tata kelolanya (trust).
Kepercayaan publik itu masih ada, selanjutnya bagaimana menyalurkan program sebaik mungkin dengan tata kelola sedemikian rupa yang menjadi fokus lazismu. Jika ada yang berprestasi dalam program pendidikan tentu Lazismu dan muhammadiyah bangga karena dampaknya bisa dirasakan masyarakat.
Merespons kedua narasumber Muhammad Alfarisi dari Magister FAI UAD, mengatakan bahwa narasumber dengan buah pikirannya cukup menarik. Saya tertarik dengan meritokrasi dari Bapak Muzzakir. Diakui bahwa muhammadiyah telah berkontribusi terhadap Indonesia. Tapi realitasnya muhammadiyah hanya dijadikan objek dalam penelitian. Artinya, saya ingin tahu bagaimana cara dari Lazismu Pusat atau Diktilitbang PP Muhammadiyah untuk menguatkan apa yang dikatakan Ketua Umum PP Muhamamdiyah, Haedar Nashir di mana kader - kader adalah sekoci di tempatnya masing masing. Muhammadiyah hanya dijadikan objek penelitian tapi masalahnya tidak disampaikan dengan teori risalah islam berkemajuan dan dakwah kultural.
Dalam kesempatan yang sama M. Fachrurrozi dari PC IMM Bantul, turut merespons kedua narasumber. Pertama tugas menciptakan akses pendidikan adalah tugas negara. Muhammadiyah sebagai sektor swasta yang berkontribusi sejauh ini dalam pemerataan akses juga masih berbeda. Misalnya antara Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur.
Bagaimana Diktilitbang PP Muhammadiyah melihat relaitas yang terjadi di mana akses kualitas PTM tidak merata. Sementara di Indonesia Timur masih terbatas, sehingga sangat panjang prosesnya untuk menciptakan generasi yang berkualitas di Indonesia Timur.
Menanggapi hal itu, Muzakir mengatakan dialektika gagasan dan Islam berkemajuan sama saja dengan gagasan revolusi mental, dan Pancasila tidak hanya dalam kata - kata tapi dalam laku. Artinya dalam sejarah gerakan itu dialektika yang dinamis akan terjadi termasuk ketegangannya.
Muhamamdiyah juga alami itu, bagaimana menjaga jarak antara idealitas dan realitas. Harus ada teks dan konteks yang tiada akhir. Itu yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan, harus bisa memaknai teks dalam gerakan dan aksi nyata. Itu kegelisahan yang kita alami bersama.
Jawabannya menurut hemat saya, sambung Muzzakir, fenomena itu akan dialami oleh individu dan organisasi. Pada waktunya nanti akan menemukan tujuannya, seperti apa yang dijadikan tujuan besar bangsa Indonesia.
Selain perlu impian (utopia), maka gagasan itu butuh dikontekstualisasikan semendekati mungkin. Maka kami di majelis diktilitbang, bagaimana mendorong dalam konteks PTM yaitu ada ukuran formal dalam PTM. Dari hal yang tampak dulu dan isinya perlu kajian lebih lanjut dengan diiringi peningkatan kualitasnya.
Indikatornya bisa muncul budaya akademik yang sehat dan berdampak pada ekosistem pendidikan. Tradisi akademik tidak bisa begitu saja bisa dirasakan. Semua itu ada proses yang berkelanjutan.
Sementara itu, Ibnu Tsani melihat bahwa muhammadiyah sebagai objek penelitian itu masih bisa diperdebatkan. Muhammadiyah "seksi" dan ada dinamika. Kedua, memang ada masing - masing konteks juga di wilayah dan cabang yang tidak bisa digeneralisasi. Tapi initinya pada konteks riset muhammadiyah masih layak untuk dikaji baik dalam aspek layanan, pemikiran dan gerakannya.
Sebenarnya kalau bagaimana putusan persyarikatan itu hemat saya adalah pimpinan itu mampu membaca teks dan dikontektualisasikan dalam agenda kerja yang konkret. Akses PTM tidak merata karena biaya yang mahal, bukan perkara mudah. Dan menurut pandangan saya, bagaimana negara dalam cara pandangnya terhadap muhammadiyah itu kompetitor atau mitra.
Jika itu sudah jelas kuncinya tergantung bagaimana negara melihat muhammadiyah sebagai kompetitor atau mitra. Faktanya mendirikan PTM itu butuh investasi yang tidak sedikit dan butuh proses yang panjang.
Ibnu Tsani menuturkan bahwa muhammadiyah dan Lazismu tidak akan pernah berhenti untuk melakukan gerakan filantropi. Harus dengan pembacaan yang ikhtiarnya mengkaji dengan sumbangsih tulisan dan aksi konkret sehingga ada cara pandang yang signifikan dan ada kawan berkolaborasi yang baru sehingga dunia tidak sempit. “Jangan pernah merasa menyesal setelah kuliah tidak dapat kerja dan dunia kiamat,” tutupnya.

YOGYAKARTA -- Pusat Studi Muhammadiyah (PSM) kembali meluncurkan Beasiswa Tugas Akhir Batch 2 di Aula Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin, 8 Juli 2024. Dalam peluncuran program pendidikan itu, PSM berkolaborasi dengan Lazismu.
Peluncuran Beasiswa Tugas Akhir Batch 2 ditandai dengan penyerahan penghargaan secara simbolik kepada penerima beasiswa yang diserahkan oleh Direktur Pusat Studi Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan dan Direktur Utama Lazismu, Ibnu Tsani.
Dalam sambutannya, Direktur Pusat Studi Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan mengatakan sebenarnya program bantuan riset ini sudah kami soft launching di akun resmi sosial media PSM. Dalam tahapan itu diumumkan, Alhamdulillah momen ini mendapat antusiasme yang cukup besar dari ratusan kader muhammadiyah yang melakukan proses pendaftaran.
“Beasiswa berupa riset tugas akhir ini perlu juga secara resmi ditandai dengan peluncurannya dalam (kick off) bahwa kita punya program riset kader-kader muhammadiyah dalam skema penelitian,” ujarnya
Hal ini merupakan wujud akuntabilitas kepada publik apa yang telah diamanahkan Lazismu kepada PSM, kata Bachtiar. Maka agenda ini dapat disyiarkan bahwa dukungan dana dari Lazismu telah diberikan kepada penerima manfaat yang lolos proses tahapan demi tahapan dalam seleksinya.
Apresiasi kepada awardee yang memiliki talenta akademik khususnya terkait penelitian tentang muhamamdiyah dan aisyiyah. Solusi bagi mereka yang lolos seleksi untuk memperoleh akses pendidikan serta keringanan dalam memperlancar tugas akhir dengan riset yang dikembangkan kader-kader muhamamdiyah.
Kami berharap dalam pekembangannya nanti tidak ada hambatan dalam studi akhirnya. Semua proses diberi kelancaran sehingga menghasilkan riset yang berkualitas.
Tujuan diberikannya beasiswa ini, sambung Bachtiar, dalam rangka mengumpulkan sumber informasi terkait dengan apa dan bagaimana yang sudah muhammadiyah lakukan secara akademik. Pada gilirannya akan ada kurasi informasi tentang riset bagaimana kontribusi muhammadiyah secara akademik.
Nilai lebihnya, kata dia, jika sudah terkumpul akan ada informasi bagi peneliti selanjutnya tentang muhammadiyah dan menemukan data penelitian yang bisa digali lebih lanjut. Bagi kader yang lolos diharapkan ke depan mampu mempublikasikan hasil risetnya sehingga publik semakin tahu apa yang dilakukan oleh muhammadiyah.
Beberapa topik penelitian tentang Lazismu turut mewarnai kajian ini sehingga masyarakat tahu apa yang dilakukan muhammadiyah melalui lembaga filantropi Islam yang dimilikinya. “Di masa yang akan datang bila program ini belanjut PSM berencana melakukan adu gagasan dari para awardee untuk bisa hasil penelitiannya dapat dikonferensikan di depan khalayak, harapnya dengan optimis.
Semoga kerjasama PSM dan Lazismu bisa memberikan kontribusi terhadap pendidikan dan berbagai bidang lainnya. Mewakili PSM, saya ucapkan terima kasih kepada Lazismu atas dukungan penuhnya. Tak luput kepada kepada kawan-kawan PSM yang telah menyiapkan terselenggaranya acara ini.
Selanjutnya terima kasih kami ucapkan kepada penerima manfaat yang hadir di sini. Inilah kader-kader yang telah mendapatkan dukungan dana beasiswa dari Lazismu. Dengan terbukanya akses beasiswa ini PSM bercita-cita ada pengembangan budaya akademik dan riset di Muhammadiyah sebagai sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan yang sejalan dengan gerakan muhammadiyah sebagai gerakan ilmu agar bisa segera terwujud.
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama Lazismu Ibnu Tsani dalam peluncuran itu mengatakan Lazismu sebagai lembaga amil zakat ada program yang difokuskan yaitu pendidikan di antara program lainnya. Ini senafas dengan peran Muhammadiyah yang juga bicara pendidikan di samping ada bidang lainnya seperti kesehatan, dakwah dan ekonomi.
Kita ketahui bersama dalam pendidikan ada persoalan. Selain masalah akses ada masalah berikutnya yaitu kualitas. “Aspek akses solusinya yaitu beasiswa. Beasiswa di Lazismu ada Sang Surya, Mentari dan Beasiswa Riset. Adalah sulit memisahkan Lazismu dengan program pendidikan,” pungkasnya.
Tantangan pendidikan begitu berat, lembaga tinggi banyak, tapi biaya juga menjadi perhatian dalam memperoleh akses itu. Lazismu tidak bisa menyelesaikan akar masalahnya apalagi muhammadiyah. Akar masalahnya ada di negara, kata Ibnu Tsani.
Lahirnya privatisasi dan liberalisasi pendidikan sekarang ini turut menjadi pemicu bagaimana akses pendidikan sulit didapat. Karena itu, Lazismu mendukung kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan yang satu paket dengan riset dalam kaitannya.
Pada kondisi yang lain dalam akses pendidikan masih tersisa persoalan yakni sarana pendukungnya yang belum memadai. Maka Lazismu turut memberikan dukungan di bidang pendidikan dengan memberikan sarana pembelajaran berupa Edutabmu sebagai aplikasi digital untuk melengkapi proses belajar mengajar bagi guru dan peserta didik yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat di kawasan terluar, terdepan dan tertinggal.
Menurut Ibnu Tsani posisi Lazismu sebagai bagian dari elemen non-pemerintah memiliki andil bagaimana membuka akses dan kualitas pendidikan tersebut dari pendekatan filantropi. Dengan demikian kata Ibnu Tsani sejarah Muhammadiyah juga tak bisa dilepaskan oleh Lazismu yang fokus pada persoalan pendidikan.
Dukungan penuh Lazismu ini di program pendidikan, kata dia sebagai wujud kepedulian Lazismu terhadap problem yang dihadapi oleh masyarakat. Jelas bahwa para penerima manfaatnya kali ini untuk jenjang S1 sebanyak 30 orang dan jenjang S2 sebanyak 20 orang.
“Sasaran penerima manfaat program Beasiswa Tugas Akhir adalah mahasiswa yang ada dalam tugas akhir di perguruan tinggi seluruh wilayah Indonesia antara lain meliputi wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT dan Papua. Beasiswa ini juga diberikan bagi mahasiswa yang memiliki keaktifan pada Persyarikatan Muhammadiyah dan Organisasi Otonom Muhammadiyah sebagai prioritasnya” jelas Ibnu Tsani.

YOGYAKARTA --- Beasiswa untuk warga Palestina yang ditetapkan Lazismu untuk para penerima manfaat yang memenuhi syarat di tahun 2024 merupakan gelombang yang ketiga (Batch 3). Program beasiswa ini kolaborasi Lazismu dengan BAZNAS, Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang sumber dananya diperoleh dari donasi Ma'had Islam Rafiah Akhyar (MIRA) dibawah asuhan Ustadz Adi Hidayat.
Sejak April 2024, para mahasiswa Palestina yang akan melanjutkan studi di Indonesia satu per satu telah datang. Kendati dalam proses administrasinya mereka tidak datang serentak karena kondisi Palestina yang belum pulih seratus persen. Untuk keluar dari Gaza membutuhkan proses yang cukup panjang akibat pemberlakuan pembatasan oleh Israel.
Direktur Program Pendistribusian dan Pendayagunaan, Ardi Lutfi Kautsar mengatakan, ada 37 awardee yang diterima dalam program beasiswa Palestina. “Sebanyak 17 awardee mengikuti program Summer Course di Indonesia. Pekan pertama bulan Juni sudah ada 1 orang yang datang untuk kursus singkat Akuntansi dan Keuangan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)”, katanya.
Selanjutnya kata Ardi, ada 1 awardee lagi yang tiba di Yogyakarta untuk kursus singkat Small Medium Enterprise di UMY. Sementara itu, hari ini, Senin, 8 Juli 2024, 1 orang awardee juga telah tiba di Yogyakarta untuk kursis singkat International Training for Young Islamic Economic Leaders.
Mush'ab Bahrah dari Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, menjelaskan ketia awardee yang telah datang ke Indonesia, masing – masing mengikuti program Summer Course dengan fokus kajian yang berbeda. Ada Mohammed Saleh, dengan program kursusnya di bidang akuntansi dan keuangan.
Awardee lainnya dengan nama Ayman Aldirawi, program kursus singkatnya di bidang Usaha Kecil Menengah dalam pemberdayaan ekonomi. Adapun yang baru datang Issam Ayyash, fokus dalam kursus singkat Pelatihan Internasional Pemimpin Muda Ekonomi Islam.
Dalam kesempatan itu, Mush’ab Bahrah mengungkapkan bahwa ada 10 orang awardee yang diundur jadwalnya karena berdomisili di Gaza yang kondisinya belum kondusif. Mereka akan tiba dalam waktu yang masih dikoordinasikan, jelasnya.
“Untuk program Summer Course kedatangan awardee yang lain berdasarkan jadwal dimulai dari Juni, Juli dan Agustus 2024,” tandasnya.
Issam Ayyash adalah mahasiswa pascadoktoral lulusan Selcuk University-Konya, Turkey. Bidang kajiannya di isu ekonomi terutama keuangan publik (public finance) yang menjadi bagian dari minatnya selama menempuh jalur akademik di Palestina dan Turki.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]

PURBALINGGA -- Peternakan masyarakat mandiri merupakan satu di antara program inisiatif LAZISMU untuk memberdayakan masyarakat melalui sektor peternakan.
Pentasarufan programnya dilakukan pada 7 Juli 2024, dengan penerima manfaatnya adalah Kandang Edukasi Fascho Rabbits, di Bobotsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Acara pentasarufan digelar dalam satu rangkaian Pengajian Ahad Kliwon Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Bobotsari yang bertempat di Masjid Besar Baitul Mukmin Bobotsari.
Fascho Rabbits Bobotsari terpilih sebagai penerima manfaat program ini karena dedikasinya dalam mengembangkan peternakan kelinci yang edukatif bagi masyarakat setempat.
Serah terima pentasarufan dihadiri oleh pengurus pimpinan cabang Muhammadiyah setempat, tokoh masyarakat, hingga anggota jama'ah masjid.
Dalam sambutannya, Ketua Lazismu Daerah Purbalingga menyampaikan pentingnya kemandirian ekonomi bagi masyarakat melalui usaha peternakan yang dikelola secara profesional.
"Program ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain dalam mengembangkan usaha peternakan yang berkelanjutan dan mendukung perekonomian lokal," ujarnya.
Pengajian Ahad Kliwon yang menjadi bagian dari acara ini juga diisi dengan tausiyah dari para ustadz yang memberikan motivasi keagamaaan dan wawasan spiritual tentang pentingnya keberkahan dalam usaha ekonomi.
Selain itu, acara ini juga menjadi ajang silaturahim dan tukar pengalaman antar nggota jamaah dan pengusaha peternakan.
Pengurus Kandang Edukasi Fascho Rabbits Bobotsari, dalam kesempatan yang sama, mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari Lazismu.
"Kami berharap dengan adanya program ini, kami dapat lebih mengembangkan usaha peternakan kelinci dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya peternakan yang baik dan benar," katanya.
Dengan adanya pentasarufan ini, diharapkan Kandang Edukasi Fascho Rabbits Bobotsari dapat terus berkembang dan menjadi inspirasi bagi usaha peternakan lainnya di Bobotsari dan sekitarnya.
Program ini juga menjadi bukti nyata komitmen Lazismu Pusat dalam mendukung kemandirian ekonomi masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan yang bermanfaat.
[Divisi Komunikasi & Digital/KangObet]

Tanggal 4 Juli 2024, Lazismu memasuki usia genapnya yang ke – 22, setelah tahun 2022 Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan surat keputusan didirikannya Lazismu di Menteng, Jakarta. Usia yang jika dihitung dalam perjalanan panjangnya, telah banyak melakukan peran dan memberikan kontribusi bagi persyarikatan atau di tengah persoalan hidup kemasyarakatan.
Kunci sukses Lazismu bisa bertahan dan maju adalah tidak pernah lelah berhenti untuk berbagi, komitmen dan terus berinovasi. Ahmad Imam Mujadid Rais selaku Ketua Badan Pengurus Lazismu dalam senarai ucapan milad Lazismu mengatakan bahwa kita bisa melihat jejak langkah Lazismu bertebaran di seluruh negeri dan penjuru dunia.
“Capaian ini tidak lepas dari kerjasama banyak pihak, baik di internal persyarikatan dan internal Lazismu sendiri,” katanya.
Dalam mengayuh kapasitas amilnya Lazismu berada dalam situasi untuk membuka pintu selebar-lebarnya, maka ada beberapa kawan-kawan yang datang dan pergi. Silih bergantinya, memberikan legasi yang bermanfaat dan berguna untuk menjadi cermin pembelajaran yang akan datang.
Mujadid Rais mengungkapkan bahwa tantangan ke depan tidaklah mudah. Mulai ada bermunculan lembaga – lembaga filantropi lain yang menjadi lembaga imbangan (competitor) dan atau pun saudara bagi Lazsimu untuk berlomba - lomba dalam kebaikan.
Lazismu sebagai saudara tua yang lebih awal hadir, miliki tanggung jawab untuk perbaiki jatidirinya dan meningkatkan kinerja demi tercapainya visi dan misi yang dibangun berapa tahun silam.
Kita patut bersyukur bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kesadaran berbagi yang sangat tinggi, karena itu sebuah lembaga memberikan apresiasi bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dermawan.
Karena di tengah kesulitannya sendiri yang dialami keluarga atau dirinya, bangsa Indonesia masih mau berbagai sesuatu miliknya, meluangkan waktunya dan mau menjadi relawan.
Selain itu, mau berkorban atas penderitaan yang dialami oleh saudara-saudaranya. Kata Mujadid Rais, seorang penasehat pernah mengatakan ketika dunia mengalami krisis dan ketika masyarakat mengalami krisis, ia menyarankan untuk terus berbagi terhadap sesama.
Dengan berbagi kepada sesama itu akan memperbaiki (reliefing) atas kondisi yang ada dan mungkin membuat seseorang lebih baik lagi atas kondisi yang ada.
Maka, jangan pernah berhenti untuk terus berbagi dan insyaallah Lazismu akan terus ada di garda terdepan dalam gerakan berbagi kepada sesama dan turut memberdayakan sesama.
Mudah - mudahan Lazismu menjadi lembaga amil zakat yang terpercaya, amanah dan meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.
Di sana, ada tugas keumatan yang senantiasa menanti untuk berkontribusi di seluruh negeri dan penjuru dunia. Sekali lagi, lanjut Mujadid Rais, Selamat Milad untuk Lazismu yang ke – 22.
[Komunikasi dan Digitalisasi Lazismu PP Muhammadiyah]

