

BANJARMASIN – Proses memperoleh akses air bersih menjadi impian warga dukuh Dlisen, Desa Kadipiro, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Kehadiran air bersih berlangsung klimaks berangkat dari nazar seorang warga yang ingin berbagi keberkahan.
Air bersih adalah kebutuhan hidup dasar yang belum sepenuhnya terpenuhi bagi warga Dukuh Dlisen dan Dukuh Ledok, Desa Kadipiro. Menurut Akhmad Zaeni, Wakil Sekretaris Lazismu Wilayah Jawa Tengah, keprihatinan atas kondisi itu yang pada gilirannya Kampung Berkemajuan hadir memberikan dukungan untuk mewujudkan Impian warga, demikian disampaikan dalam Rakernas Lazismu 2026 di Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Sabtu (8/10/2025).
Berdasarkan informasi yang diterima Lazismu, sebanyak 210 keluarga di dukuh Dlisen dan Ledok masih kekurangan air bersih akibat pasokan air dalam jaringan pipa PDAM sering tersendat. Air tak mampu mengalir di wilayah dataran tinggi. “Saat jam sibuk, kran air mereka hanya mengeluarkan hembusan angin, sementara tagihan harus dibayar sebesar Rp 100.000 - Rp 300.000 per bulan.
Tiba waktunya program Kampung Berkemajuan berjalan pada Juli 2025, melalui dukungan Lazismu Sragen melalui skema bantuan bertahap yang melibatkan pimpinan cabang Muhammadiyah setempat. Dukungan lain datang dari UMS atas interaksi PCM Sambirejo.
Pengembangan instalasi pipa air bersih diperkuat dengan pembangunan tandon air. Akhirnya tiga puluhan warga di dukuh Ledok dapat mengakses air bersih. Ini diilhami nazar seorang warga dari duku Dlisen yaitu Sumanto Al Faris. Nazar itu disambut dengan program yang dimulai dengan pemetaan kebutuhan dan potensi sumber air, dilanjutkan pembangunan jalur pipanisasi menuju bak penampungan berkapasitas 25.000 liter.
“Setelah diuji coba di laboratorium Fakultas Geografi UMS, hasilnya menyatakan air di sumur itu layak konsumsi. Lalu air dialirkan ke rumah warga yang sebelumnya kesulitan air bersih,” jelasnya. Hingga 2025, total air yang sudah distribusi adalah 3.241 m³ ke penerima manfaat. Menariknya air ini, kata dia juga dikemas dalam galon melalui komunitas Anbiya 30 yang sebagian manfaatnya diinfakkan ke Lazismu.
Kendati sebelumnya tantangan geografis menjadi suatu kendala, yang perlu dipikirkan kembali adalah tantangan kesadaran masyrakat untuk melestarikan sumur bor ini karena kapasitas produksi air akan terbatas. Karena itu, menurut Zaeni kolaborasi multipihak harus dilakukan di samping proses perijinan yang kompleks.
Nilai manfaat program ini telah dirasakan selanjutnya adalah bagaimana keberlanjutan unit usaha Enbia dapat berkembang dan berlanjut untuk mengembangkan pemberdayaan komunitas dari spirit berbagi wakaf air.
[Kelembagaan dan Humas Lazismu Pusat]
Ingin tahu lebih jauh tentang Kampung Wakaf Air, ikuti kisahnya di sini:

