

Banjarnegara –
LAZISMU.
Dua foto kiriman dari Banjar Negara itu sungguh membuat saya gembira. Tampak
dua puluh warga desa. Emak-emak semua. Mereka tampak bangga dengan kain
bermotif dedaunan hasil karyanya.
Kain
itu memang istimewa. Itulah kain ecoprint untuk jilbab. Kain tersebut
dihasilkan melalui program pelatihan produksi di desa Merden, Banjar Negara, Jawa
Tengah.
Setelah
pelatihan perdana pada hari Sabtu dan Minggu, pelatihan kedua dimulai hari ini
dan besok pagi. Lokasinya pindah ke desa Mertasari. Tetangga desa Merden.
‘’Peminatnya melebihi kuota. Mungkin karena sudah melihat hasil pada pelatihan
perdana,’’ kata Bu Pupung Pursita, ahli ecoprint yang menjadi pelatih.
Lagi-lagi
Bu Pupung mengirimkan foto. Suasana lokasi pelatihan di desa Mertasari itu.
‘’Bapak-bapaknya menyiapkan tempat penjemuran kain. Ibu-ibunya berburu
daun-daun,’’ kata sarjana seni rupa alumni Universitas Negeri Jakarta itu.
Kegiatan
pelatihan produksi kain ecoprint di Banjar Negara merupakan tahap pertama dari
program pemberdayaan ekonomi perempuan Lazismu dengan biaya sepenuhnya dari
dana infak Wardah Cosmetics. Setelah pelatihan produksi, masih ada beberapa
pelatihan lagi. Antara lain, pelatihan manajemen usaha dan pemasaran serta
promosi online.
Pesertanya
berbeda. Pelatihan produksi diikuti warga desa sebagai perajin. Sedangkan
pelatihan manajemen dan pemasaran serta promosi akan diikuti tim yang akan
mengelola bisnis kain ecoprint itu. Pelatihan manajemen, pemasaran dan promosi
online akan diberikan para praktisi dan akademisi dari Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Usaha
jilbab ecoprint di Banjar Negara merupakan satu rintisan. Skalanya masih pilot
project. Diharapkan pada bulan keenam, usaha yang diberi modal kerja Rp 237
juta itu sudah mulai bisa diduplikasi di kelompok lainnya. Lokasinya tetap di
Merden dan Mertasari, Banjar Negara, agar menjadi destinasi wisata industri
kain ecoprint.
Banyak
dampak ekonomi kalau industri kain ecoprint bisa menjadi destinasi wisata baru.
Desa Merden dan Mertasari kelak akan banyak dikunjungi wisatawan yang ingin
belajar membuat kain ecoprint.
Belajar
dua hari berarti akan menginap semalam. Menginap semalam berarti akan
melahirkan bisnis home stay, restoran, oleh-oleh khas dan jasa-jasa lainnya.
Ekonomi desa bergerak karena dana infak.(jto)

Kompetisi internasional yang memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk menuangkan gagasannya untuk membangun bangsa. Lalu Pipit mendaftarkan diri dengan mengirimkan aplikasi online. Pipit meyakini bahwa hanya ada satu orang yang bisa menghalangimu untuk menjadi versi terbaik dirimu. Orang itu adalah kamu.
“Hanya kamu yang bisa mempengaruhi kebahagiaan dan kesuksesanmu. Hidupmu tidak berubah ketika kamu tidak berubah, maka berubahlah,” demikian Pipit menulis dalam akun instagram pribadinya seraya memohon doa agar lolos dalam ajang itu nanti.
Jika dirinya lolos, Pipit berhak mendapatkan tiket dalam event international di Malaysia, yang berlangsung pada 15-19 Agustus 2019 dengan tajuk International Youth Leadership And Entrepreneurship Summit di Asia Pasific University. Selanjutnya di event Asia Youth International Model United Nations, 25-28 Agustus 2019 di Putrajaya International Convention Center.
Masa penantian Pipit menunggu hasilnya dilalui dengan kegiatan sehari-hari di Sekolah Dasar Muhammadiyah Baitul Fallah. Kebetulan di sekolah itu Pipit seorang kepala sekolah. Kepala sekolah termuda begitu orang menyebutnya. Pantas atas prestasinya itu dia terpilih sebagai pemuda pelopor pendidikan Jawa Tengah 2018.

Suatu hari Pipit membuka email, betapa terkejutnya, YBB mengumumkan dengan mengirim email jika dirinya terpilih (letter of acceptance) menjadi delegasi dalam ajang itu. Beberapa kali proses dilaluinya untuk mengikuti wawancara, lalu diumumkan di laman resmi YBB. Pipit akhirnya terpilih dalam kompetisi, selain itu juga mendapat Beasiswa Program Saudara Satu Negara Asia Tenggara (Singapura, Malaysia, Thailand).
Di tengah kabar gembira itu, Pipit juga didukung penuh oleh Lazismu Karanganyar. Ketua Lazismu Karanganyar bahkan mensponsori Pipit selama kompetisi itu berlangsung mulai dari berangkat dan pulangnya. Selama berada di Malaysia, Pipit bertemu Alaa Bakkar, CEO Give and Go dan Vincent Cheng, CEO of EN IDEA.
Tidak berhenti sampai di situ, Pipit juga menerima hasil seleksi melalui program Youth Cultural and Educational Exchange (YCEE) 2019 di Istanbul, Turki. Program yang diprakarsai juga oleh Youth Break the Boundaries (YBB) dengan tujuan, menyiapkan generasi pemimpin muda berkualitas, berwawasan global dan berkontribusi nyata bagi pembangunan nasional. Pengumuman itu diterima Pipit pada 3 Februari 2019.
Hati Pipit kembali berdebar-debar, mungkin atau tidak, katanya. Ternyata dirinya berhasil, esainya terpilih menjadi yang terbaik dan menjadi satu-satunya delegasi untuk menjadi pembicara di event internasional. Dalam forum itu, Pipit berbagi cerita akan perannya selama di Indonesia dalam dunia pendidikan, isu-isu kemiskinan dan perdamaian yang digelutinya sebagai bagian dari peran pemuda dalam kepemimpinan.
Peran sosial Pipit selama ini yang inspiratif diakui sebagai langkah inovatif. Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Karanganyar melalui Lazismu, menilai, apa yang dilakukan Pipit termasuk bentuk kepedulian dalam dunia pendidikan. Sebagai kader muda berprestasi yang mengembangkan potensi diri, kata M. Samsuri selaku Ketua PDM, Pipit memberikan dampak sosial (social impact) yang bermanfaat bagi orang lain bangsa dan kader persyarikatan Muhamamdiyah.
Hal itu terbukti dengan perannya yang mendapat kepercayaan di persyarikatan sebagai Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Baitul Falah Mojogedang Kabupten Karanganyar, dalam usia yang sangat muda. Meski latar belakang organisasi sejak sekolah tidak secara formal dekat dengan Muhammadiyah, pilihannya setelah setamat kuliah, gadis asal Giriwondo, Jumapolo ini meluangkan waktunya mengabdikan dirinya mengembangkan pendidikan di amal usaha Muhammadiyah Karanganyar.
Pipit juga menjadi salah satu filantropis muda Lazismu pada Kantor Layanan Lazismu Al-Falah sebagai direktur media. Kreatifitas dan keberaniannya untuk maju dan berkembang mendorong pimpinan Muhammadiyah Karanganyar melalui Lazismu untuk mendorongnya melangkah lebih maju.
Lazismu peduli kepada kader-kader yang berprestasi untuk maju berkembang. Menurut Samsuri, dengan memperhatikan latar belakang prestasinya dan kondisi keluarganya sudah selayaknya ada kepedulian dari persyarikatan. Harapannya, lanjut Samsuri, pengalaman dan ilmu yang diperolehnya dapat bermanfaat ketika dkembali ke persyarikatan melalui SD Muhammadiyah Baitul Falah” kata Doktor Ilmu Hukum ini.
Senada dengan apresiasi itu, Direktur Utama Lazismu PDM Karanganyar, Ahmad Zaki Musthofa, Sosok Pipit adalah contoh relevan generasi milenial yang memiliki talenta. “Pemberian dukungan berupa bantuan kepada Pipit tentunya masih dalam ranah spirit filantropi. Pipit sudah mengambil jalan sosial-dakwah di persyarikatan dengan mengabdi di SD Muhammadiyah Baitul Falah Mojogedang,” pungkasnya.
Yang membuat Lazismu bahagia, Pipit adalah filantropis muda yang menggerakkan Kantor Layanan Lazismu Al-Falah yang mengembangkan gerakan dakwah berbasis filantropi melalui event internasional. “Lazismu sangat mengapresiasi soosok muda dengan talenta inovatif yang menginspirasi kader-kader Muhammadiyah lain untuk berkembang dalam dakwahnya,” ujar Zaki. (na)

Di antara nama-nama yang lolos, ada nama Nur Fitri Fatimah. Biasa dipanggil Pipit. Perempuan berusia 25 tahun itu berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah. Pipit lolos diajang bergengsi ini hasil dari ikhtiarnya yang panjang.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Pipit terbilang sosok yang gesit. Selalu berprestasi menjadi juara kelas di SDN 02 Giriwondo. Di tingkat sekolah menengah pertama, dia aktif diberbagai kegiatan, mulai dari OSIS dan Pramuka. Prestasinya cemerlang, peringkat 1 dipertahankannya sebagai siswa bertalenta dan cerdas. Di SMPN 1 Jumapolo, Pipit tergolong luwes dalam bergaul.
Beranjak ke sekolah menegah atas, SMAN 1 Karanganyar adalah pilihannya, karena di bumi Intanpari, sekolah ini masuk kategori favorit. Selain menjadi pengurus inti Pramuka, Pipit tercatat sebagai delegasi Olimpiade Sains Nasional bidang Kimia mewakili SMA di tingkat se-Jawa Tengah dan DIY.
Saat itu, jarak rumah ke SMAN 1 Karanganyar sekitar 22 kilometer, setiap hari dilaluinya dengan gembira meski berasal dari desa yang terpencil di kabupaten itu. Anak ketiga dari 4 bersaudara pasangan Loso dan Kiftiyah ini tak pernah patah arang.
Pada 2012, setamat dari SMA, keinginan Pipit untuk berkuliah membuncah. Dia sadar dirinya berasal dari keluarga yang pas-pasan. Skenario Tuhan memberikan jalan berbeda, Pipit mendapatkan beasiswa kuliah S1 di Universitas Sebelas Maret. Setiap bulannya mendapatkan uang pembinaan dari pemerintah.
Kesempatan itu tidak disia-siakan. Kata Pipit, dia tidak ingin menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja. “Menjadi mahasiswa luar biasa adalah pilihan,” katanya. Membahagiakan keluarga dan banyak orang adalah pilihannya. Salah satu caranya, sambung Pipit, harus mengembangkan dan mengenal potensi yang ada dalam dirinya.
Medan kampus tentu berbeda dengan SMA, Pipit memberanikan diri ikut organisasi yang ada di kampus dan di luar kampus. Meski masih semester awal, dirinya aktif di Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Kovalen. Di kampus itu pula, Pipit mengikuti kegiatan ekstra kampus di Forum Mahasiswa Islam Karanganyar (Formaiska), Kajian Seluruh Pemuda-Pemudi Karanganyar Bersinergi (Inspirasi), hingga berlabuh di RRC, atau dikenal dengan Rumah Resolusi Cerdas.
Berbagai keterampilan diikuti, mulai dari menulis, kajian ilmiah, hingga pengabdian masyarakat. Semester tiga adalah masa di mana identitas itu begitu membayangi perjalanan hidupnya sebagai mahasiswa. Yang pada akhirnya, Pipit memutuskan untuk bergabung di organisasi baru tingkat fakultas dengan aktif di Lingkar Studi Pendidikan.
Membuka Jendela Dunia
Menyandang status sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kimia di Kota Batik, merupakan sesuatu yang istimewa. Kondisilah yang memantik Pipit untuk bergiat di berbagai kegiatan, dan tak satupun melunturkan kecemerlangan akademisnya. Dunia sangat luas, karena itu bagi Pipit, membuka jendela dunia penting lewat berbagai cara.
Hal-hal kecil dilaluinya, bahkan sejal semester 3 sampai semester 7, Pipit terpilih sebagai Asisten Mahasiswa untuk mata kuliah Kimia Dasar, Kimia Fisika, dan Kromatografi - Elektrometri. Seminar demi seminar dia ikuti. Menjadi pembicara seminar motivasi hingga berperan sebagai moderator dan pembawa acara di berbagai acara kampus maupun ekstra kampus.

Berbekal pengalamannya dalam berorganisasi inilah jalan menjadi mahasiswa berprestasi diraihnya. Pipit mengatakan, pernah lolos proposal kreativitas mahasiswa yang didanai Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi sebanyak dua kali. Pipit termasuk dari salah satu utusan dalam delegasi temu nasional bidikmisi.
Selain prestasi itu, beberapa lomba kepenulisan esai dan karya tulis di tingkat fakultas, universitas, provinsi, nasional diikutinya yang berlangsung di berbagai kota di Indonesia. Pipit mendapatkan banyak relasi dari seluruh Indonesia dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Kuliah Pipit berlangsung tertib. Dia lulus tepat waktu pada tahun 2016.
Pipit mengisahkan kembali, jika keluarganya berasal dari latar belakang ekonomi yang lemah. Ayahnya buruh tani. Menggarap sawah milik orang lain yang upahnya tidak seberapa. “Sejak sekolah dasar ayah membantu sawah tetangga,” terangnya.
Rasanya tidak mungkin jika dirinya bisa menempuh pendidikan dijenjang kuliah. Dirinya bersyukur bisa menamatkan kuliah. Pipit selalu mencari beasiswa agar kuliah tetap berlanjut. Ayah selalu mendampingi di rumah ketika anak-anaknya sedang belajar. Tidak terbesit sedikitpun ayah meninggalkan keluarga merantau ke kota besar mencari nafkah. Perhatian ayah pada pendidikan anak-anaknya begitu kuat, kenang Pipit.
Pipit tidak menyerah begitu saja, dia ingin melanjutkan kuliah strata dua. Doanya terkabul. Saat ini Pipit tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Pendidikan Sains di UNS. Di tengah keterbatasan itu Pipit berusaha memaksimalkan potensinya. Justeru keterbatasannya menjadi cambuk motivasi untuk merubah keadaan menjadi lebih baik lagi. (na)
Kisah selanjutnya tentang Pipit, klik Link berikut : Ajang Internasional

Dari Kudapan
Keliling Jadi Pengusaha Catering
Bunda
Lila dalam kapasitasnya sebagai jamaah pengajian Sang Surya turut mewarnai
denyut nadi Lazismu di Kabupaten Probolinggo. Namun siapa sebenarnya Bunda Lila
ini, tim media Lazismu berhasil menemuinya lewat saluran ponsel untuk berbagi
cerita inspiratifnya (5/9/2019).
Selama
ini dia lebih dikenal sebagai pengusaha catering di Probolinggo. Perkembangan
usaha kulinernya terbilang moncer. Usaha catering besutannya sudah banyak
dikenal orang. Dia terbilang sukses, dan seorang muzaki. Di balik kesuksesannya
ada kisah yang beliau sampaikan yang berawal dari usahanya berjualan kue keliling
pada tahun 1988.
Bunda
Lila berbagi cerita ini kepada Lazismu di tengah aktivitas sehari-harinya
mengelola catering. Dulu sewaktu suaminya menjadi buruh, dia juga berbagi peran
mencari penghasilan. Karena ingin anak-anaknya tetap bersekolah meski
ekonominya pas-pasan. Dari kampung ke kampung berjualan kue.
Kendati
untungnya tidak seberapa, kerja kerasnya memantik semangatnya untuk terus
berjualan keliling kampung. Sampai pada akhirnya tidak hanya kue, Bunda Lila
memberanikan diri berjualan masakan matang berupa botok, pepes dan menu
sederhana lainnya. Setiap kali berjualan dari rumah ke rumah selalu ada yang
membeli.
Tak
hanya itu, terbesit ide dirinya menawarkan kepada tetangga dan langganannya untuk
kebutuhan makan sehari-harinya lauk dan sayur dia yang memasaknya. Ide ini
ternyata mewakili langganannya yang tidak sempat memasak karena aktivitas
rutinnya. Ada yang bekerja sebagai pegawai dan buruh pabrik.
Dengan
bermodal kepercayaan, saya menawarkan kepada 5 orang agar keperluannya saya
yang masak dengan biaya Rp 10 ribu per orang. Kegitan rutin ini terus saya
jalankan hingga pada waktunya banyak orang yang tertarik.
Pada
tahun 1993 silam, kurun waktu 5 tahun pelanggannyanya bertambah banyak. Bunda Lila
kewalahan harus memenuhi pesanan pelangganya. Dia mengajak tetangganya untuk
ikut bekerja membantu pesanan yang banyak. “Yang membantu saya terdiri dari
anak-anak yang miskin dan yatim yang saya karyakan sebanyak 20 orang,” ceritanya.
Bukan
tanpa alasan memilih anak-anak yang masih sekolah. Bunda Lila ingin mereka bisa
belajar dan bekerja paruh waktu tanpa kehilangan waktu untuk belajar. Alasan
lainnya, sambung Bunda Lila, tidak ingin melihat anak yatim dan miskin hidup
tidak bahagia. “Sekolahnya berantakan karena alasan ekonomi dan tidak makan
dengan nutrisi yang cukup,” jelasnya.
Niat
tulusnya mengkaryakan anak-anak yang duafa inilah yang berdampak besar dalam
perjalanan hidupnya dengan merintis masakan yang siap disantap. Sedikit demi
sedikit usahanya tumbuh besar. Bunda Lila selain membuat warung di rumahnya sendiri,
lalu membuka 5 warung lagi di lokasi berbeda.
Pelanggan
terus bertambah hingga 300 orang, kebanyakan karyawan pabrik gula. Lalu Bunda Lila
memutuskan utnuk menambah karyawan lagi. Perlahan tapi pasti, usahanya
berkembang menjadi Lila Catering. Di jalur Deandles inilah perusahaan catering
miliknya berada. Tepatnya di Desa Kedungdalem, Kecamatan
Dringu, Kota Probolinggo,
Bunda
Lila di kalangan pegiat zakat dan jamaah pengajian Muhammadiyah sebagai orang
yang perhatian terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Beberapa kali kegiatan
Lazismu di program sosial juga ikut berpartisipasi. Berawal dari usaha rumahan
inilah Bunda Lila sebagai seorang muzaki meniti karirnya.
Bahkan beberapa orang yang dikaryakannya dididik agar bisa membuka usaha sendiri. Kurang lebih lima orang karyawannya dulu sudah membuka usaha sendiri untuk menyejahterakan keluarganya. Catering-catering karyawannya yang sudah berkembang juga saling bekerjasama dengan Bunda Lila. Untuk urusan resep Bunda Lila tahu betul apa yang pas bagi lidah orang Indonesia, terutama orang jawa di bagian timur ini.
Di
sela-sela percakapan, Bunda Lila mengatakan, Hall yang dulu dibangunnya yang
belum ada setahun diperuntukkan untuk Lazismu. Bapak Tohir Luth dari pimpinan
Muhammadiyah di Jawa Timur, lanjut Bunda Lila sudah saya anggap sebagai kakak.
Dulu kak Tohir turut memberikan semangat.
Sewaktu menjadi mahasiswa Pak Tohir adalah seorang mahasiswa yang tinggal di masjid Takwa di kawasan Malang, Jawa Timur. Lewat pengajian-pengajiannya saya mendapat informasi tentang Muhammadiyah dan Lazismu, meski saya sendiri dari keluarga Muhammadiyah. Bunda Lila menilai, Lazismu harus maju. “Lewat program-programnya kekuatan gerakan Al-Maun di Probolinggo ada melayani masyarakat yang membutuhkan,” tuturnya. (na)

Probolinggo –
LAZISMU.
Saat bunga perlahan-lahan akan memekar, lebah terbang membawa serbuksari dari
bunga lain yang dihinggapinya. Kelopaknya muncul membentuk warna dan menebarkan
wangi yang harum. Berbekal serbuk itulah lebah memberikan banyak manfaat
melalui proses simbiosis mutualisme.
Layaknya
peristiwa bunga yang sedang mekar, di Probolinggo, Jawa Timur, seorang ibu
paruh baya terketuk hatinya untuk memberikan sesuatu yang memiliki nilai
manfaat pada orang lain. Apa barang yang diberikannya? Sebuah mobil untuk
mendukung gerakan dakwah di pimpinan Muhammadiyah Probolinggo.
Mobil
berjenis daya angkut penumpang lebih dari tiga (MPV) diberikannya kepada lembaga
amil zakat nasional saat pengajian Sang Surya pada, hari Selasa, 3 September
kemarin. Hadir dalam penyerahan itu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul
Mu’ti dan Ketua Lazismu Jatim, Zainul Muslimin.
Ibu
bernama Lila Umami, memberikan mobil ini untuk menambah kelengkapan saranan lembaga
amil zakat yakni Lazismu dalam menjalankan aktivitasnya. Meski di Probolinggo
Muhammadiyah kecil, gerakannya harus bernilai manfaat bagi banyak orang,
tandasnya.
Sebelum
ada Lazismu, dirinya sedih. Dakwah sosial seakan mengalami “kesulitan”. Bukan
tidak ada jamaah dan biaya tapi sarana untuk menggerakan orang dan sesuatu
perlu dicari jalan keluarnya. “Bergerak luwes perlu sarana dan prasarana tanpa
itu untuk melakukan sesuatu bisa ada kendala,” katanya.
Melihat
kondisi itu, Bunda Lila mengatakan mobil ini bisa untuk menambah kepercayaan
diri Lazismu dalam mensyiarkan gerakan Al-maun yang digemakan Muhammadiyah.
Ahmad
Ridho Pambudi selaku Ketua Lazismu Probolinggo, mengucapkan terima kasih. “Bantuan
sudah diberikan Bunda Lila yang mendukung misi Lazismu,” katanya. Misinya bagaimana
Lazismu bisa menjadi gerakan dakwah bagi kemajuan Muhammadiyah, sambungnya.
Dalam
ceramah pengajian Sang Surya, Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyinggung
pemberian dari Bunda Lila. Ia mengatakan inilah contoh, warga Muhammadiyah memiliki
kemampuan di atas rata-rata. “Hanya dengan satu orang, pengajian bisa
terselenggara. Kendaraan operasional bisa disiapi. Terima kasih Bunda Lila,”
katanya.
Andai Saja Tidak Bengong
Keberadaan
Bunda Lila dalam pengajian Sang Surya sudah yang kesekian kalinya. Bagi Ahmad
Ridho Pambudi yang akrab disapa Kung Ridho, Bunda Lila adalah sahabat. Saat
dihubungi, Ridho mengisahkan perjalanan Lazismu di Kota Santri itu. Di akhir
2017, ia diamanahi menahkodai Lazismu.
Nafas
Al-Maun seperti tersumbat. Bagaimana melegakan nafas ini berjalan lancar dengan
kembali mengangkat program-program yang menggembirakan. Lantas Ridho melontarkan
ide agar Lazismu bisa memiliki kantor. Ia tidak sendiri, dengan datang ke
pengurus meminta restu mencari informasi tanah. “Tanah yang ada dikisaran jalur
Pantura,” katanya.
Pencarian
dilakukan, dua bulan berlalu hasilnya nihil. Kendati berisiko, karena dananya
dari mana proses pencarian dilakukan. “Beberapa kawan menganggap apa yang dilakukan
terlalu tinggi impiannya,” kenangnya.
Awal
2018, Bunda Lila membangun Hall. Dalam rapat pleno persiapan pertemuan para
pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah se-wilayah Karesidenan Besuki plus Lumajang,
Probolinggo dan Pasuruan, Ridho mengusulkan rapat di di Hall tersebut, meski
belum selesai sepenuhnya. Awalnya ditolak, setelah melalui
pendekatan-pendekatan usul itu diterima.
Pada
saat itulah, Ridho berbagi informasi dan meminta tolong ke beliau untuk
mencarikan tanah yang akan ditempati kantor LAZISMU. Jawaban Bunda Lila tak
terduga. Malah bikin dirinya tak bisa lelap tidur. Pasalnya, Bunda Lila menyarankan
rumah miliknya yang di bilangan Kraksaan dibeli saja. Ditaksir harganya di
pasaran sekitar Rp 1.5 miliar.
Berbagai
upaya dilakukan, akhirnya rumah dua lantai itu dengan luas 400 m2 dilepasnya dengan harga Rp 750 juta. Lazismu membayar dulu uang mukanya sebesar Rp 300 juta. Sisanya dibayar kapan saja, kata Ridho membeberkan.
Rumah
itu pun akhirnya terbayar Rp 300 juta dengan rincian Rp 150 juta uang pinjaman
dan Rp 150 juta hasil swadaya warga Muhammadiyah. Sisanya pun ternyata beliau
tetap minta dibayar dan uang pembayaran akan diserahkan kembali pada Lazismu untuk
kegiatan Muhammadiyah. Waktu berjalan, Hall yang dibangunnya dijadikan tempat
pengajian rutin “Sang Surya” dwi bulanan.
Alkisah,
ada suatu kejadian yang membuat beliau terketuk untuk membelikan mobil Innova.
Kejadian itu saat narasumbernya guru ngaji masa kecil Bu Lila. Panitia tidak
bisa menggunakan mobil PDM Kabupaten Probolinggo karena sedang digunakan pada kegiatan
yang lain. Mengetahui hal itu, Bunda Lila mengatakan, "Sudahlah Pak Ridho,
nanti beli sendiri aja agar tidak rumit,” katanya.
Mendengar
itu, Ridho cuma bengong. Semoga dimudahkan, amin, katanya dalam hati. Bulan
Agustus kemarin, beliau ambil ke daeler hanya harus nunggu kalau yang diminta warna putih sekitar Rp 360 juta dengan mesin tanam diesel.
September
ini mobil datang dan diserahkan secara simbolis kepada Lazismu Kabupaten
Probolinggo saat pengajian Sang Surya yang keempat. Ide membeli mobil ini
sebetulnya dicetuskan pada pengajian Sang Surya yang ketiga. Hal ini juga
diceritakan dari Bapak Tohir Luth, yang kemudian saya sampaikan ke bapak
Zainul, pungkas Ridho. (bersambung)
Selanjutnya Klik : Dari Kudapan Keliling Jadi Pengusaha Catering

