

BIMA – Komitmen Lazismu untuk menyasar program lingkungan dan kemanusiaan bisa berjalan efektif dan tepat sasaran. Program ini fokus pada penanganan krisis air dan perubahan iklim di Desa Sambori, Kecamatan Lambitu, Kabupaten Bima, wilayah pegunungan yang selama ini menghadapi keterbatasan air bersih.
Inisiatif program ini Lazismu berkolaborasi dengan Aikite, serta didukung oleh kitabisa.com dan Universitas Muhammadiyah Bima. Sinergi ini berupaya mencari solusi potensi lokal untuk tantangan global yaitu krisis air dan dampak perubahan iklim.
Founder program AikIte, Shofi Lathifah Nuha Anfaresi, mengatakan kolaborasi Bersama Lazismu dalam kerangka “Water and Climate Catalyst” yang dirancang untuk menumbuhkan kesadaran bersama dalam menghadirkan solusi berbasis masyarakat.
“Menggerakkan generasi muda adalah pilihannya, agar peduli dan terlibat langsung dalam mitigasi perubahan iklim,” katanya. Kolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Bima yang melibatkan 13 orang mahasiswa menjadi langkah penting untuk memperkuat aksi nyata di tingkat lokal.
Dukungan juga datang dari Lazismu dan Kitabisa, sambungnya, dua lembaga yang memiliki perhatian besar terhadap program kemanusiaan dan keberlanjutan. Kedua Lembaga ini, menurutnya melihat kegiatan ini sejalan dengan misi membangun kepedulian sosial yang berbasis nilai-nilai Islam berkemajuan.
Hal itu diakui Manager Program Pendistribusian dan Pemberdayaan Lazismu Pusat, Shofia Khoerunisa bahwa Lazismu bersama Aikite telah berkolaborasi untuk yang kedua kali. Secara umum, kata Shofia program ini didesain dengan membuat perencanaan pembangunan Masyarakat pada pertengahan September lalu.
“Diawali dengan melakukan survei, pengecekan dan perencanaan di lokasi yang akan dibangun bak penampungan air”, kata Shofia. Barulah kemudian bersama masyarakat, mulai membangun rangka untuk bak penampungan air. Selanjutnya, lanjut dia, ada materi edukasi dengan memberikan pemahaman dan advokasi lingkungan mengenai bencana ekologis dan kebijakan pemerintah.

Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Bima, Ridwan, menyebut program ini sebagai aksi nyata antara dunia akademik dan masyarakat. “Mahasiswa harus menjadi pelopor perubahan. Lewat kegiatan ini, mereka belajar langsung dari lapangan, berinovasi, dan mengabdikan ilmu untuk kemaslahatan Masyarakat”, pungkasnya.
Menurutnya, krisis air dan perubahan iklim bukan hanya isu global, di dalamnya ada tantangan nyata yang dihadapi daerah-daerah seperti Bima. Selama proses kegiatan berlangsung, mahasiswa melakukan observasi terhadap sumber mata air, pendataan kebutuhan air bersih masyarakat, serta penerapan teknologi sederhana untuk konservasi dan pengelolaan air.
Tak hanya itu, mereka juga memberikan edukasi kelestarian lingkungan kepada warga setempat tentang nilai penting menjaga lingkungan agar ketersediaan air tetap berkelanjutan.
Salah seorang peserta dari Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIK) UM Bima, Eka Juniar mengaku bangga bisa terlibat dalam kegiatan ini. “Belajar langsung bagaimana masyarakat berjuang menghadapi krisis air dan mencari solusi bersama. Ini pengalaman berharga yang membuka wawasan pentingnya menjaga lingkungan,” tandasnya.
[Kelembagaan dan Humas Lazismu Pusat]

