Asnaf dan Problem Psiko-sosial, Menakar Kesehatan Mental untuk Kesejahteraan Semua

Ditulis oleh
Author
Ditulis pada
24 Juli 2025
Kategori :

JAKARTA --- Kesehatan mental merupakan bagian yang sangat penting untuk kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan mental juga berperan utama dalam mendukung kesejahteraan hidup seseorang sebagai fondasi mengembangkan keterampilan komunikasi secara sosial dan emosional. Sejauh mana titik singgung kesehatan mental dan kecerdasan emosional dalam kultur saling berbagi (berderma).

Hal itu terungkap di gelaran Talkshow Filantropi dalam rangka memperingati Milad Lazismu yang ke-23, di Gedung Pusat Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, pada Rabu, (23/7/2025). Talkshow dipandu oleh Direktur Utama Lazismu Pusat, Ibnu Tsani, menghadirkan narasumber yaitu Pendakwah dan Konten Kreator Islam Habib Husein Ja’far Al-Hadar dan Guru Besar Filantropi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amelia Fauzia.

Balutan tema milad bertajuk Lazismu Untuk Kesejahteraan Semua, mengawali Ibnu Tsani dengan mengungkap realitas yang terjadi di masyarakat terkait kesehatan mental sebagai kondisi psikologis. Menurutnya, berdasarkan diskusi di internal Lazismu, beberapa lembaga filantropi belum ada yang mengangkat isu ini secara khusus.

Sementara itu, isu kesehatan mental menjadi perhatian WHO dan Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan mental bisa dialami individu baik dalam keluarga, dunia kerja dan kondisi sosial lainnya.  Karena itu, ini menjadi isu strategis, yang dalam konteks tertentu program kesehatan mental layak untuk dibicarakan di sini.

“Seberapa penting kesehatan mental dan mengapa isu ini belum banyak yang melirik,” tegasnya kepada Habib Husein. Di samping itu, sambung Ibnu Tsani, bagaimana kesehatan mental dapat berdampak pada kesejahteraan seseorang yang nanti akan diulas oleh Amelia Fauzia dari kacamata filantropi Islam.

Secara umum, realitas isu kesehatan mental ini menurut Habib Husein dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu suasana kerja yang tidak sehat (toxic) yang akhirnya tidak ideal secara mental, pola asuh dalam keluarga yang keliru, dan yang terakhir ekosistem digital kita yang tidak ramah secara mental.

Ijinkan saya berangkat dari sisi historis Muhammadiyah yang sejak berdiri gerakan dakwahnya berpijak pada teologi Al-maun. Sebagaimana diungkjapkan Abdul Mu’ti dalam sambutannya di milad Lazismu, bahwa kultur berbagi ini berawal dari DNA Muhammadiyah. Ini terbukti dari perkembangan dakwahnya yang menyasar pendidikan, kesehatan dan kepedulian sosial, papar Habib Husein.

Pertanyaannya, mengapa hal tersebut didorong Muhammadiyah di kala itu pada abad ke-20. Kiyai Ahmad Dahlan Dahlan mendorong kesalehan tidak berhenti dengan ritual dan kesalehan personal, tapi ditransformasi dalam kehidupan nyata yang berwujud pada kesalehan sosial. Saat itu, religiusitas cenderung diukur dari ritualitas dengan sebaik-baiknya.

Tentu itu tantangan di zamannya, nah sekarang tantangan tersebut tidak menjadi tantangan yang besar. Habib Husein mengatakan, Indonesia ada di tantangan baru, yang dalam konteks ini perlu ada lompatan dari teologi Al-Maun menjadi psikologi Al-Maun. Apa maknanya, tentu harus mulai merilis isu kesehatan mental, karena secara kualitas dan kuantitas ini menjadi isu yang relevan di era transformasi digital sekarang ini.

Secara kuantitatif, kata Habib Husein, datanya di RI ada 32 juta jiwa yang mengalami kondisi kesehatan mental. Kondisi itu menghantui anak-anak muda di Indonesia. Artinya sepuluh dari sepuluh anak muda ada yang memiliki masalah kesehatan mental. Sering ditemukan yang paling minim adalah gejala stress dan depresi, dan yang paling tinggi melukai diri sendiri hingga berdampak negatif melakukan bunuh diri.

Adapun secara kualitas ada banyak sekali catatan seseorang mati jiwanya diketahui memiliki masalah kesehatan mental. Orang itu secara fisik bugar, tapi tidak hidup jiwanya karena kondisi kesehatan mentalnya.  “Karena punya masalah kesehatan mental, dia bernyawa tapi tidak berjiwa,” pungkasnya.

Segala upaya dilakukan, seperti di sekolahkan, diberi pekerjaan bahkan sampai dinikahkan, karena ada masalah kesehatan mental dalam dirinya yang terjadi timbul masalah baru. Ini ancaman besar bagi setiap pribadi yang mengalami kondisi psikologis seperti ini.

Berdasarkan pengalamannya, terang Habib Husein, sudah empat tahun mendirikan rumah singgah kesehatan mental yang bernama Rumah Cahaya. Habib Husein menemukan selama ini yang datang untuk mendapatkan bantuan pendampingan kesehatan mental mayoritas anak-anak muda.  

“Empat tahun saya dan kawan – kawan di Rumah Cahaya mengelola pendampingan orang yang bermasalah dengan kesehatan mentalnya,’ katanya. Problemnya yang didapati berjenjang, pertama dia tidak punya kesadaran tentang masalah mental. Dia tidak tahu dirinya bermasalah mental.

Kedua, lanjutnya, ada orang sudah sadar tapi tidak tahu mau ke mana. Karena sebagian tidak bisa membedakan psikolog dan psikiater. Ketiga, ada orang sudah sadar namun tidak tahu mana psikolog dan psikiater yang tepat untuk dirinya. Bahkan ada yang sudah tahu tapi malu, maka yang terjadi ada pelabelan negatif kepada orang itu bahwa dia gila.

Lantas, jika ditanya secara syariah bahwa orang yang mengalami kondisi kesehatan mental itu masuk di asnaf apa, menurut Habib Husein, Lazismu harus hadir dalam persoalan kesehatan mental. Filantropi dengan program-program inovasinya bisa menyasar, jika tidak bisa dengan zakat karena proses penentuan asnafnya, maka bisa gunakan infak, sedekah atau lainnya sesuai ketentuan syariah.

“Terutama bagi mereka kelompok yang termaginalkan dalam ekonomi, pendidikan dan sosial. Kondisi kesehatan mental menjerat mereka berawal dari problem dan risiko hidup yang krusial,” tandasnya.

Ada buku menarik yang bisa saya kutip, buku bagus itu berjudul Psikologi Uang yang ditulis oleh Morgan Housel. Diterangkan bahwa ada keterkaitan antara masalah uang dan kondisi kesehatan mental seseorang secara psikologis. Emosi dan perilaku manusia memantik peran kunci dalam memaknai keuangan. Hal itu dipengaruhi pola pikir dan suasana psikologis bagaimana memaknai uang dengan bijak.

Sedangkan, dalam konteks filantropi Islam, Amelia Fauzia mengemukakan bahwa isu kesejahteraan dapat ditelusuri dari bagaimana peran lembaga filantropi berkontribusi sejauh ini. ”Realitasnya tradisi zakat di Indonesia sudah bertransformasi luar biasa, dan lembaganya sudah adaptif,” bebernya.

Tahun 2013, ketika penelitian disertasi terbit, saya beri pernyataan yang kuat (strong) bahwa Muhammadiyah adalah pionir modernisasi dan perintis lembaga filantropi di Indonesia. Di dalamnya ada nilai (value) bahwa basis sosial ekonomi dari kelas menengah ke atas itu yang jadi kekuatan, sehingga muncul panti asuhan anak, panti asuhan jompo dan rumah sakit.

Proses kelembagaan yang adaptif dan komunitas yang kuat ini menjadi cara pandang untuk melihat problem kesejahteraan. Dulu di zaman Orba ada Bapelurzam, dan di era reformasi ada Lazismu, ini adaptasi menjawab perubahan zaman. “Semangat ijtihad di Muhammadiyah yang saya apresiasi,” terangnya.

Termasuk para donatur yang dukung ijtihad tersebut untuk melakukan inovasi sehingga menjadi punya makna. Seingat saya ada Klinik Apung Said Tuhuleley dan Rendangmu. Jadi ijtihad itu yang sebenarnya jadi kekuatan bagi Lazismu sebagai filantropi Indonesia.

Soal perkembangan filantropi itu, misalnya di Nigeria dan Pakistan, ada suatu riset ketika ditanya tentang SDGs, sudahlah pasti Indonesia yang terdepan, Pakistan dan Nigeria sudah sulit, dan mereka tahu di Indonesia gerakan zakatnya sudah dibentuk dengan ijtihad fikih zakat.

Dalam kerangka itu, masih terdapat pemahaman tentang filantropi Islam, salah satunya ditandai dengan hanya sebatas karitas, karena tafsir agama yang statis. Oleh karena itu, kebaranian Lazismu dalam inovasi program sudah dilakukan seperti program penyaluran zakat fitrah sepanjang tahun. Dari sini saja dapat dikatakan Lazismu itu sangat inklusif, senafas dengan tagline-nya Memberi untuk Negeri. “Termasuk tema milad kali ini juga inklusif yaitu Lazismu untuk Kesejahteraan Semua,” paparnya.

Belajar dari sejarah Muhammadiyah ketika merintis, PKU Muhammadiyah dulu dapat donaturnya dari siapa saja yang ingin mendukung programnya, dan distribusinya ternyata juga untuk siapa saja yang membutuhkan. Maka, inklusivitas itu sebuah keniscayaan. Prinsip inklusivitas yang dijalaninya bila terus dijalankan akan sangat kuat dan berkembang lebih banyak lagi.

Kembali pada isu kesejahteraan, Indonesia sebagai negara dermawan menurut World Giving Index sudah tujuh kali berturut turut menyandangnya. Sementara itu, kata Amelia, survei sekarang berbeda indikatornya, bahkan salah satunya dinilai adalah soal kerelawanan yang dianggap sebagai pekerjaan yang bisa dihitung. Selanjutnya, ada survei baru lagi dari Global Flourishing Study Harvard, Indonesia didapuk sebagai negara nomor satu yang sejahtera lahir batin penduduknya.

Ini penelitian dari Harvard, suatu Lembaga riset tidak kaleng-kaleng, dan bisa dipertanggungjawabkan bagaimana penelitian ini dibuat untuk menyelidiki kesejahteraan manusia dari aspek yang paling mendasar dalam kehidupan manusia.    

Terkait dengan kesehatan mental, kata Amelia, faktor relasi sosial jadi isu penting dalam melihat kesejahteraan, tidak semata-mata dari sisi finansial tapi kontribusi lembaga filantropi yang punya program terintegrasi untuk kesehatan mental dan fisik. Jika Lazismu dengan ijtihad dan inovasinya ada dalam gerakan zakat yang saling berklindan, saya berharap ini akan menjadi kontribusi lembaga amil zakat untuk menjangkau kesejahteraaan.

[Kelembagaan dan Humas Lazismu Pusat]  

Bagikan Tulisan Ini :
LAZISMU adalah lembaga zakat nasional dengan SK Menag No. 90 Tahun 2022, yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Lazismu tidak menerima segala bentuk dana yang bersumber dari kejahatan. UU RI No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Alamat

Jl. Menteng Raya No.62, RT.3/RW.9, Kb. Sirih, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10340
Jl. Jambrut No.5, Kenari, Kec. Senen, Jakarta Pusat 10430
info@lazismu.org
0213150400
0856-1626-222
Copyright © 2025 LAZISMU bagian dari Persekutuan dan Perkumpulan PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
cross